SEJARAH KURA-KURA




Kerangka

Karakteristik utama yang membedakan chelonia dengan reptil lainnya adalah adanya tulang dan kantong tempurung. Tempurung ini dibentuk dari dua komponen utama, cangkang atas (carapace) dan dasar(plastorn) yang dihubungkan oleh tulang ridges. Tulang cangkang terdiri dari gabungan tulang iga dan vertabrata. Sedangkan tulang bagian dasarnya(plastorn) terdiri dari tulang abdominal dan clavicle. Tetapi tidak semua kura-kura memiliki tempurung yang keras dan bertulang. Beberapa kura-kura mempunyai tempurung yang fleksibel. Diantaranya adalah beberapa kura-kura air yang mempunyai kura-kura tempurung lunak (softshell) dan penyu leatherback. Bentuk tempurung pelindung yang keras menjadi dominasi di kura-kura darat dan jarang yang ada memperlihatkan fleksibilitas pada termpurungnya. Kebanyakan anakan kura-kura darat mempunyai fenestra (daerah terbuka) antara tulang cangkang (carapace)dan menyatu pada masa tuanya. Tetapi pada pancake tortoise (Malacochersus tornieri) daerah terbuka ini dipertahankan sampai dewasa. Spesies lainnya yang mempertahankan fenestra selama hidupnya adalah Manoria impressa, kura-kura darat tortoise dari Asia.

Keunikan lainnya yang penting pada kura-kura adalah pectoral dan pelvic gridles yang dibatasi/dilindungi dalam tulang iganya. Orientasi vertikalnya memberi dukungan dari dalam untuk tempurungnya dan memberi ventral anchor yang kuat untuk lengan-lengan dan otot-otot. Tulang lengan dari kura-kura sedikit berbeda dengan vertebrata lainnya.

Dua lapisan lainnya yang melindungi bagian dalam tempurung adalah lapisan tengah dan lapisan luar. Lapisan tengah kaya akan ujung ujung syaraf dan pembuluh-pembuluh darah yang kecil. Lapisan pelindung luar dari lapisan keratin yang terkenal dengan sebutan skat (scutes) atau juga sering disebut laminae. Skat ini diatur dalam beberapa seri. Setiap seri mempunyai nama masing-masing. Rata-rata ada 54 skat eksternal. Keliman/pertemuan skat luar ini tidak secara tepat dilapisi atau simetris dengan struktur tempurung di bawahnya. Skat ini menyediakan sebagai penguat tambahan yang telah diturunkan dari struktur kubah tempurung yang kuat. Tulang cangkang yang rata-rata ada 50, bersama lapisan skat luar yang terus tumbuh seumur hidup, walaupun pertumbuhannya melambat di hari tua. Pertumbuhan ini bisa dengan pertambahan keratin dibawah skat yang ada. Pertumbuhan baru berwarna pucat kadang-kadang berwarna dadu oleh karena adanya sel darah di daerah pertumbuhan itu dan mudah dideteksi secara visual. Bertolakan dengan kepercayaan yang populer, kura-kura tidak dapat ditebak umurnya bedasarkan menghitung lingkaran-lingkaran yang terlihat pada skat-skatnya.

Beberapa lingkaran/cincin pertahun mungkin ada dalam masa periode pertumbuhan cepat. Pada spesimen yang sudah tua, kerusakan yang termakan waktu akan menghapus bersih tanda-tanda ini. Karapas kura-kura dibentuk dari kehidupan benar tisu yang sangat sensitif. Cara yang lama yang pernah dilakukan seperti mengebor atau mengikat kura-kura menyebabkan rasa yang menyakitkan bagi mereka. Dan ini juga membuka tisu lapisan tengah dan tulang dibawahnya dan dapat menyebabkan resiko infeksi yang sangat serius.

Satu fakta yang paling menarik adalah kura-kura mempunyai kapasitas untuk meregenerasi tulang dan tisu keratin secara spontan. Informasi ini sangat berguna dalam memperbaki kerusakan yang terjadi pada tempurung. Pada saat luka yang parah, matinya lapisan horny dan bony akan terjadi. Epidermis yang sehat di sekitar luka akan tumbuh dibawah tulang yang mati yang akhirnya diganti. Epidermis baru lalu dikeratin dan tulang baru dibentuk dibawahnya. Yang sangat mencengangkan kura-kura dapat mengganti kira-kira sepertiga dari tempurung dalam satu atau dua tahun melalui proses ini.




Skat (Scutes)
Ada banyak variasi dalam bentuk skat, warna, ukuran dan bentuk di antara spesies dan genera. Terminologi skat berguna untuk mengidentifikasi spesies dan untuk dokter hewan menerangkan daerah luka atau infeksi dsb. Sayangnya, teminologi ini tidak universal karena adanya variasi nama yang digunakan oleh bermacam-macam authorities. Bentuk penamaan skat yang umum adalah
(sebagai berikut: Di cangkang (carapace) biasanya ada lima single skat yang berada tengah yang dikenal sebagai vertebarl. Dan ini diapit oleh dua jalur skat pleural yang juga disebut costal. Lalu diikuti oleh seri seri skat kecil di sekitar ujungnya yang umumnya dikenal sebagai marginal atau peripheral Di beberapa genera, ada satu skat, kadang berukuran kecil, skat nuchar(cervical) terdapat pada ujung cangkang tepat diatas leher dan skat supracaudal yang mungkin terpisah terdapat tepat di atas ekor. Adanya atau tidaknya skat nuchal dapat menjadi clue penting dalam pengidentifikasian spesies/taxa/genus. Contohnya, semua spesies dalam genus Testudo memiliki skat nuchal/cervical tetapi untuk genus Geochelone tidak ada.

Perlindungan plastorn disusun dalam enam pasang yaitu gular, humeral, pectoral, abdominal, femoral dan anal shield. Pelindung kecil dekat kaki depan adalah skat axillary dan pelindung di depan paha adalah skat inguinal.

Berdasarkan karapas dan struktur kerangka plastron, beberapa jenis kura-kura telah berevolusi pada mekanisma pertahanan yang luar biasa. Yang paling terkenal adalah kura-kura kotak Amerika Utara (North American turtle box). Mereka dipanggil seperti itu karena mereka memiliki plastron berengsel yang benar-benar fleksibel sehingga plastronnya dapat tertutup dengan rapat. Ketika plastronnya tertutup, kura-kura ini seperti kotak ornamen sehinga mereka dinamakan kura-kura kotak. Dengan cara inilah mereka melindungi bagian yang mudah diserang – cukup untuk menghalangi semua pemangsa bahkan pemangsa yang paling gigih sekalipun. Cari ini juga dipakai oleh kura-kura kotak Asia yang termasuk dalam genus Cuora. Berapa jenis yang memiliki engsel yang sama adalah kura-kura darat hinge-back tortoise(kinixys), kura-kura spider(pyxis arachnoids)

PENYAKIT DAN PENANGANAN PADA KURA-KURA



Salah satu masalah umum yang sering dihadapi pemeliharaan kura-kura adalah memelihara kwalitas air. Air yang kotor adalah penyebab penyakit bakteri dan parasit. Aquarium kura-kura yang kotor sangat bau dan menjadi tambahan yang tidak baik dalam rumah kamu. Menguras air secara teratur adalah satu cara untuk menjaga kebersihan, tetapi proses pengurasan cepat menjadi pekerjaan yang banyak menyita waktu. Pemecahan praktis adalah dengan menggunakan mesin penyaring atau filter yang dapat mengurangi frekwensi pengurasan.
Faktor lain yang sering tidak dipikirkan oleh pemelihara baru (pemula) adalah pencahayaan. Semua kura-kura dalam ruangan / aquarium atau kolam membutuhkan semacam cahaya buatan. Biasanya dulu setiap pagi kura – kuraku tak jemur, tapi tak ingetin kalo pas njemur, jangan sampe ketiduran (kayak aku) dan dalam njemur sebaiknya diberi air untuk pendingin tubuh jika kepanasan. jam jemur paling baik antara 06.00 – 08.00 karena pada jam begini matahari masih baik dan kandungan vitamin Dnya masih bagus.
Kalo kalian males njemur kura – kura, bisa kalian beliin lampu UV yang khusus reptil di petshop terdekat yang 9 volt – 12 volt udah cukup. Biasanya karena kurangnya pencahayaan/penjemuran kura – kura gampang sakit, terutama sakit kulit.
UV-A: Mereka berada di gelombang yang tidak terlihat oleh mata dari 320 sampai 400 nm. Meskipun mereka mengandung sedikit energi daripada sinar UV-B dan UV-C, sinar UV-A juga menyebabkan sunburn/melepuh pada manusia jika terkena cukup lama. Bagi kura-kura sinar UV-A terlihat bagi mereka. Banyak reptil termasuk kura-kura menggunakan sinar UV-A untuk mengenali makanan atau mengenali pasangan yang cocok. Maka dari itu, berjemur dibawah sinar UV-A sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka.
UV-B: Mereka berada diantara 290 dan 320 nm. UV-B adalah sinar yang bertanggung jawab atas melepuhnya pada kulit manusia waktu terkena sinar terjadi. Untuk reptil sangat penting, khususnya kura-kura karena membutuhkan sinar ini untuk sintesa. Banyak penelitian telah membuktikan pemberian tambahan vitamin D3 tidak diperlukan dalam makanan jika pemberian sinar UV-B diberikan setiap hari. Kami mengingatkan bahwa vitamin D3 penting untuk memperbaiki kalsium pada tulang maka dari itu mereka penting untuk pembentukan tulang yang dan termpurung kura-kura. Lapisan gelas tidak boleh dipasang antara daerah berjemur dan sinar berspektrum penuh karena gelas menyaring sinar UV-B.
Berikut saya himpunkan beberapa peyakit yang sering diderita oleh kura – kura :

(sumber : hewanpeliharaan.com)
  1. Gejala:
Mata bengkak atau berair, biasanya tertutup. Kemungkinan mengeluarkan cairan putih. Kulit terlihat merah dan mentah. Kemungkinan Edema.
Kemungkinan disebabkan:
Infeksi bakteri pada mata sering diakibatkan dari kurang berfungsinya sistem penyaringan (filtrasi). Selidiki lingkungannya. Kesalahan pengaturan suhu dapat juga menyebabkan gejala-gejala seperti ini.
Pengobatan:
Antibiotik yang dioleskan pada mata (dalam bentuk salep) jika disebabkan oleh infeksi bakteri. Jaga kebersihan dan lingkungan sekeliling jika tidak baik.
  1. Gejala:
Luka atau plaque-like furry yang disebabkan oleh sel-sel mati disekitar mulut. Kemungkinan menolak untuk diberi makan dan mata kemungkinan juga membengkak.
Kemungkinan disebabkan:
Infeksi bakteri pada mulut biasanya dapat ditemukannya organisma gram-negatif. Menular pada jenis hewan lainnya.
Pengobatan:
Kondisi yang serius membutuhkan pengobatan yang cepat. Mulut harus dibersihkan dengan cairan povidone-iodine beberapa kali dalam sehari dengan membersihkan juga sel-sel mati. Antibiotik yang berkontak langsung dengan luka juga efektif dalam melawan Gram-negatif organisma. Tangani hewan yang terinfeksi dengan seksama dan pisahkan dengan kura-kura lainnya secepatnya. Keadaan seperti ini biasanya dapat segera diatasi jika terdeteksi secara dini.
  1. Gejala:
Hewan yang kurang bertenaga, kemungkinan menyanggah kepalanya dengan tinggi atau dalam posisi yang tidak seperti biasanya. Kemungkinan juga lemahnya kaki depan dan belakang dan juga kadang mengeluarkan cairan dari hidung atau mulut diikuti dengan sesak napas.
Kemungkinan disebabkan:
Kondisi serius yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada saluran pernapasan, kemungkinan pneumonia.
Pengobatan:
Perhatian dari dokter hewan diperlukan secepatnya. Suntikan antibiotik biasa tindakan yang harus dilakukan (antibiotic biasanya tidak diberikan secara oral pada kura-kura air tawar disebabkan oleh lamanya dan tidak menentukan rasio penyerapan melalui pencernaan dan tidak menentunya jumlah serum darah).
  1. Gejala:
Lemahnya daerah tempurung atas atau bawah dengan kemungkinan pecahnya pembuluh darah. Kemungkinan terciumnya bau yang tidak sedap dari daerah sekeliling. Daerah yang terkena dapat menyebar dengan cepat.
Kemungkinan disebabkan:
Infeksi bakteri pada tissue yang mana berasal dari trauma atau penyakit tertentu. organisma gram-negatif biasanya penyebabnya.
Pengobatan:
Daerah sekeliling yang terditeksi harus dibersihkan secara rutin dengan cairan povidone iodine, sel-sel yang mati dibersihkan secara perlahan dan kura-kura ini dipisahkan secepatnya dengan yang lainnya. Antibiotik yang dioleskan langsung dapat digunakan. Gejala seperti ini kebanyakan disebabkan oleh lokalisasi luka trauma, seperti terbakar oleh pemanas/heater atau goresan yang disebabkan oleh batu tajam yang ada di aquarium dll.
  1. Gejala:
Kurang bertenaga, lemas, kemungkinan kaki atau tempurung bawah terlihat kemerahan.
Kemungkinan disebabkan:
Pada umumnya septicemia (keracunan pada darah).
Pengobatan:
Pada umumnya disebabkan oleh luka trauma, terutama air yang terkontaminasi. Ada kemungkinan hepatosis jika hati (lever) dengan cepat ikut terserang. Mendesaknya akan kebutuhan parenteral (tidak melalui mulut) antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati dan intensif terapi pendukung juga diperlukan. Tes darah juga diperlukan untuk memastikan kemajuan pengobatan.
  1. Gejala:
Tempurung atas yang lembek dan kemungkinan tidak merata. Lemahnya kaki-kaki dan kura-kura ini kemungkinan masalah makan.
Kemungkinan disebabkan:
Makanan yang kekurangan kalsium baik sedikit maupun banyak.
Pengobatan:
Untuk kondisi yang parah kemungkinan tidak dapat tertolong. Pengobatan dapat berupa suntikan kalsium ditambah makanan yang berkalsium dan perawatan di bawah sinar lampu UV-B.
Catatan: Gejala tempurung lembek, jangan disamakan dengan kura-kura jenis tempurung lunak (Soft-shell) seperti jenis Tryonix/Apalone.
  1. Gejala:
Luka baru.
Kemungkinan disebabkan:
Perkelahian, lecet pada batu atau benda lain.
Pengobatan:
Pindahkan faktor penyebab di lingkungannya. Bersihkan perlahan-lahan dengan menggunakan cairan povidone-iodine dan jaga kebersihannya sampai luka sembuh total. Perhatikan dengan seksama gejala infeksi kedua, seperti septicernia, necrotic dermatitis.
  1. Gejala:
Pembengkakan atau kemerahan di samping kepala.
Kemungkinan disebabkan:
Bisul telinga. Pada kura-kura, disebabkan oleh kebersihan air yang kurang.
Pengobatan:
Pembedahan oleh dokter hewan dengan pembiusan lokal.

Pengobatan Pertama Luka pada Tempurung Kura-Kura




Banyak sebab mengapa kura-kura bisa terluka. Luka pada kulitnya cukup mudah diobati dengan betadine maupun obat-obatan penutup luka lainnya. Tapi bagaimana dengan luka pada tempurung? Luka pada tempurung bisa disebabkan oleh banyak hal, misalnya akibat gigitan kura lainnya, gigitan hewan predator, tergores dekorasi akuarium, gejala pembusukan tempurung (SCUD/Septicemia), dan lain sebagainya.

Jika anda melihat tempurung (karapas/plastron) kura-kura Brazil anda terluka, lakukan langkah-langkah di bawah ini:
  1. Ambil kura dari air/habitat dan perhatikan di cahaya terang untuk memastikan ada-tidaknya pendarahan. Jika terjadi pendarahan, ambil kain bersih atau kapas steril yang kering dan tekan lembut bagian yang terluka hingga pendarahan berhenti.
  2. Saat anda menghentikan pendarahan, lakukan hal berikut:
    • Basuh bagian yang terluka dengan air hangat sambil digosok dengan sikat gigi halus untuk membersihkan dari kotoran. Kemudian teteskan betadine/obat luka pada bagian yang berdarah dan biarkan kering selama beberapa menit. Jika kura anda meronta, biarkan dia menggigit kain yang bersih hingga dia diam.
    • Letakkan kura di wadah yang hangat, kering, dan agak gelap untuk mengurangi depresi dan stres kecuali saat dia makan. Tempatkan kain bersih atau kapas yang kering di bagian alasnya. Diamkan minimal 4 jam hingga lukanya kering.
    • Ulangi pembersihan luka dan pengobatan dengan betadine sampai lukanya benar-benar kering. Periksa lukanya setiap hari, jika tercium bau tidak sedap pada bagian luka segera hubungi dokter hewan terdekat. Bau tidak sedap atau bau busuk adalah tanda dini dari infeksi.
Perhatikan apakah bagian tempurungnya lunak? Apakah berbau tidak sedap? Apakah tempurung berubah warna? Jika iya, segeralah bawa kura anda ke dokter hewan terdekat untuk pengobatan lebih lanjut

Penyakit Kura-kura Tidak Mau Makan



Tidak mau makan terkadang merupakan gejala awal stres atau penyakit yang diderita oleh reptil, termasuk juga kura-kura air dan kura-kura darat. Ini ada beberapa pertanyaan untuk menanyakan pada diri Anda sendiri tentang segala sesuatu yang menyebabkan kura-kura mogok makan, bersama dengan saran yang mungkin bisa membantu.

Apakah kura-kura Anda baru datang di rumah Anda?
  
Kura-kura yang diangkut dalam suatu perjalanan, khususnya kura-kura tangkapan alam, biasanya sangat mudah menderita stres, dan mungkin saja bisa sampai beberapa hari bahkan minggu bagi kura-kura tersebut untuk beradaptasi sebelum kura-kura siap makan. Sebaiknya, tempatkanlah kura-kura yang baru Anda datangkan ke rumah di tempat yang jauh dari peliharaan Anda yang lain atau dari suara-suara ribut. Tangani mereka sejarang mungkin dan pastikan mereka memiliki tempat di habitat yang Anda sediakan dimana mereka bisa bersembunyi dan merasa aman. Bila kura-kura Anda tetap tidak mau makan setelah dua minggu, bawalah ke dokter hewan untuk mencari tahu apa yang salah, mungkin saja masalah parasit atau gangguan sistem pencernaan.

  • Apakah habitat kura-kura Anda cukup hangat atau cukup sejuk?
    Pastikan Anda cari tahu tentang apa yang dibutuhkan oleh jenis spesies kura-kura Anda, terutama pada suhu air, suhu udara, atau tingkat kelembapan yang dibutuhkan. Kura-kura dan reptil lainnya harus mengatur suhu tubuh mereka sesuai dengan lingkungannya, dan suhu yang terlalu dingin membuat kura-kura tidak mau makan.

  • Apakah kura-kura Anda menyukai makanan yang Anda berikan?
    Cobalah makanan yang berbeda. Kebanyakan kura-kura merupakan pemilih dalam hal makanan dan akan memilih satu atau lebih jenis makanan dan menolak jenis makanan lainnya. Semakin bervariasi makanan yang Anda berikan untuk kura-kura Anda – apakah kura-kura tersebut bersifat herbivora, omnivora, atau karnivora – semakin sehat ia dapat bertahan hidup. Tapi bila kura-kura Anda tidak juga makan, cobalah berikan sesuatu yang Anda tahu ia suka, atau cobalah menaruh cacing tanah kecil yang masih menggeliat di depan hidungnya, hanya sedikit kura-kura yang menolak makanan semacam itu. Ketika kura-kura Anda mulai mau makan kembali, Anda bisa mulai memberikan variasi makanan yang lainnya.

  • Apakah kura-kura Anda sehat?
    Bila kura-kura Anda tadinya makan dengan teratur namun tiba-tiba berhenti, ada kemungkinan merupakan masalah kesehatan. Penyebab yang paling umum pada masalah makan dan pencernaan adalah parasit intestinal. Anda memerlukan dokter hewan dalam berurusan dengan parasit ini, karena ada banyak jenis parasit dan cara penanganannya dan hanya tes kotoran buang air besar (feces) yang bisa mengidentifikasi parasit yang menjangkiti kura-kura Anda. Bila Anda hendak menemui dokter hewan untuk pengobatan, kumpulkanlah sampel feces kura-kura Anda pada empat jam sebelum bertemu dengan dokter, taruh sampel feces tersebut dalam sebuah mangkuk air. Dan simpanlah di dalam kulkas sampai waktunya Anda berangkat menemui dokter hewan tersebut. Dan dokter hewan akan berterima kasih pada Anda karena sudah memudahkan pekerjaannya.
    Kemungkinan lainnya yang biasanya mengakibatkan kura-kura mogok makan adalah infeksi pada mata atau pernafasan. Kura-kura berburu makanan dengan menggunakan penglihatan, dan bila mata kura-kura tertutup akibat infeksi mata atau pernafasan, maka kura-kura tidak bisa melihat makanan. Dalam kasus ini, perendaman di air bersih dan hangat akan membantu.
    Seekor kura-kura dapat hidup tanpa makanan selama berminggu-minggu dan bila memungkinkan bahkan hingga berbulan-bulan, jadi jangan panik. Ketika kura-kura Anda merasa sehat dan aman, kura-kura Anda akan makan kembali. Pastikan Anda membuat lingkungan yang persis dengan habitat aslinya, menjaga suhu juga sangat direkomendasikan, memberi makanan yang bervariasi, dan pastikan bebas parasit. Maka masalah tersebut akan terselesaikan dengan sendirinya.

Perizinan Hewan Langka

Izin Penangkaran Izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar dapat diberikan kepada : Perorangan, Koperasi, Badan Hukum, dan Lembaga Konservasi. Izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar dalam bentuk :
  1. Captive Breeding (pengembangbiakan satwa dalam lingkungan terkontrol),
    1. Untuk jenis yang dilindungi, diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan.
    2. Untuk jenis yang tidak dilindungi yang termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Balai KSDA,
    3. Untuk jenis yang tidak dilindungi yang tidak termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Dinas di tingkat Propinsi yang menangani konservasi tumbuhan dan satwa liar.
  2. Rearing/Ranching (pembesaran anakan dari telur/anakan dari habitat alam),
    1. Untuk jenis yang dilindungi diterbitkan oleh Direktur Jenderal PHKA, Departemen Kehutanan,
    2. Untuk jenis yang tidak dilindungi yang termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Balai KSDA,
    3. Untuk jenis yang tidak dilindungi yang tidak termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Dinas di tingkat Propinsi yang menangani konservasi tumbuhan dan satwa liar.
  3. Artificial Propagation (perbanyakan tumbuhan secara buatan),
    1. Untuk jenis yang dilindungi, diterbitkan oleh Direktur Jenderal PHKA, Departemen Kehutanan,
    2. Untuk jenis yang tidak dilindungi yang termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Balai KSDA,
    3. Untuk jenis yang tidak dilindungi yang tidak termasuk dalam Appendix CITES, diterbitkan oleh Kepala Dinas di tingkat Propinsi yang menangani konservasi tumbuhan dan satwa liar.
  4. Transplantasi (budidaya) koral, diterbitkan oleh Kepala Balai KSDA.


 Tata Cara Permohonan Izin Permohonan izin penangkaran yang diterbitkan oleh :
  1. Direktur Jenderal PHKA Permohonan izin penangkaran diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur, Sekretaris Direktorat Jenderal dan Kepala Balai KSDA setempat.
    1. Untuk izin perorangan Permohonan izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar untuk perorangan dilengkapi dengan :
      1. Proposal penangkaran untuk permohonan baru atau Rencana Kerja Lima Tahunan untuk permohonan perpanjangan, yang masing-masing diketahui oleh Kepala Balai KSDA,
      2. Foto copy Kartu Tanda Penduduk atau izin tempat tinggal bagi warga negara asing yang masih berlaku,
      3. Surat keterangan lokasi/tempat penangkaran dari serendah-rendahnya Camat setempat yang menerangkan bahwa kegiatan penangkaran tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan,
      4. Dokumen atau bukti lain yang menerangkan legalitas asal usul induk, benih atau bibit untuk penangkaran dalam hal induk sudah ada atau surat keterangan rencana perolehan induk dari Kepala Balai KSDA,
      5. Berita Acara Persiapan Teknis dan rekomendasi dari Kepala Balai KSDA.
    2. Untuk Koperasi, Badan Usaha, dan Lembaga Konservasi Permohonan izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar untuk Koperasi, Badan Hukum dan Lembaga Konservasi, dilengkapi dengan :
      1. Proposal penangkaran untuk permohonan baru atau Rencana Kerja Lima Tahunanuntuk permohonan perpanjangan yang masing-masing diketahui oleh Kepala Balai KSDA,
      2. Akte Notaris Perusahaan yang mencantumkan jenis usaha sesuai dengan bidang usaha yang berkaitan dengan tumbuhan dan satwa liar,
      3. Foto copy Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau Surat Keterangan lokasi dari Camat yang menyatakan berdasarkan Undang Undang Gangguan bahwa usaha tersebut tidak menimbulkan gangguan bagi lingkungan manusia,
      4. Dokumen atau bukti lain yang menerangkan legalitas asal usul induk, benih atau bibit untuk penangkaran dari Kepala Balai KSDA,
      5. Berita Acara Persiapan Teknis dan rekomendasi dari Kepala Balai KSDA.

  1. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Permohonan izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar, diajukan kepada Kepala Balai KSDA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
    1. Untuk perorangan, Permohonan izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar untuk perorangan, dilengkapi dengan :
      1. Proposal penangkaran untuk permohonan baru atau Rencana Kerja Lima Tahunan untuk permohonan perpanjangan yang masing-masing diketahui oleh Kepala Seki Wilayah,
      2. Foto copy Kartu Tanda Penduduk atau Izin Tempat tinggal bagi warga negara asing yang masih berlaku,
      3. Surat Keterangan lokasi/tempat penangkaran dari serendah-rensahnya Camat setenpat yang menerangkan bahw akgiatan penangkaran tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan lokasi tidak dlam sengketa,
      4. Dokumen atau bukti lain yang menerangkan atau membuktikan legalitas asal usul induk, benih atau bibit untuk penangkaran dalam hal induk sudah ada atau surat keterangan rencana induk dari Kepala Balai KSDA,
      5. Berita Acara Persiapan Teknis dan rekomendasi dari Kepala Seksi Wilayah.
    2. Untuk Koperasi, Badan Hukum, dan Lembaga Konservasi, Permohonan izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar untuk Koperasi, Badan Hukum dan Lembaga Konservasi, dilengkapi dengan :
      1. Proposal penangkaran untuk permohonan baru atau Rencana Kerja Lima Tahunan untuk permohonan perpanjangan yang masing-masing diketahui oleh Kepala Seki Wilayah,
      2. Akte Notaris Perusahaan yang mencantumkan jenis usaha sesuai dengan bidang usaha yang berkaitan dengan tumbuhan dan satwa liar,
      3. Foto copy Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau Surat Keterangan lokasi/tempat penangkaran dari serendah-rendahnya Camat setempat yang menerangkan bahwa kegitan penangkaran tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan lokasi sedang tidak dalam sengketa,
      4. Dokumen atau bukti lain yang menerangkan atau membuktikan legalitas asal usul induk, benih atau bibit untuk penangkaran dalam hal induk sudah ada atau surat keterangan rencana induk dari Kepala Bali KSDA,
      5. Berita Acara Persiapan Teknis dan rekomendasi dari Kepala Seksi Wilayah.

  1. Kepala Dinas Propinsi (yang menangani konservasi tumbuhan dan satwa liar)
    Permohonan izin penangkaran tumbuhan dan satwa liar , diajukan kepada Kepala Dinas dengan tembusan Direktur Jenderal dan Kepala Balai KSDA setempat.Untuk perorangan,
    1. Untuk permohonan izin perorangan dilengkapi dengan :
      1. Proposal penangkaran untuk permohonan baru atau Rencana Kerja Lima Tahunan untuk permohonan perpanjangan yang masing-masing diketahui oleh Kepala Balai KSDA,
      2. Identitas pemohon berupa surat keterangan yang dikeluarkan oleh Camat,
      3. Surat keterangan lokasi/tempat penangkaran dari serendah-rendahnya Camat setempat yang menerangkan bahwa kegiatan penangkaran tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan lokasi tidak sedang dalam sengketa,
      4. Dokumen atau bukti lain yang menerangkan atau membuktikan legalitas asal usul induk, benih atau bibit untuk penangkaran dari Kepala Balai KSDA,
      5. Berita Acara Pemeriksaan Teknis dan rekomendasi ari Kepala Balai KSDA.
    2. Untuk Koperasi, Badan hukum, dan Lembaga Konservasi, Permohonan izin untuk Koperasi, Badan hukum dan Lembaga Konservasi, dilengkapi dengan :
      1. Proposal penangkaran untuk permohonan baru atau Rencana Kerja Lima Tahunan untuk permohonan perpanjangan yang masing-masing diketahui oleh Kepala Balai KSDA,
      2. Akte Notaris Perusahaan yang mencantumkan jenis usaha sesuai dengan bidang usaha yang berkaitan dengan tumbuhan dan satwa liar,
      3. Foto copy Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau Surat Keterangan berdasarkan Undang Undang Gangguan bahwa usaha tersebut tidak menimbulkan gangguan bagi lingkungan manusia,
      4. Dokumen atau bukti lain yang menerangkan atau membuktikan legalitas asal usul induk, benih atau bibit untuk penangkaran dari Kepala Balai KSDA,
      5. Berita Acara Pemeriksaan Teknis dan rekomendasi ari Kepala Balai KSDA.

Proposal penangkaran memuat hal-hal sebagai berikut :
  1. Data/Organisasi perusahaan (termasuk nama, alamat, pemilik, manajer, tanggal didirikan),
  2. Data mengenai tenaga kerja/tenaga ahli dibidang penangkaran jenis yang bersangkutan,
  3. Fasilitas sarana prasarana penangkaran,
  4. Jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang ditangkarkan,
  5. Uraian rencana pengadaan bibit perbanyakan tumbuhan atau induk satwa (jumlah, taksiran umur, generasi keturunan, jenis kelamin atau sex ratio, asal usul),
  6. Metoda dan teknik penangkaran serta analisis teknis penangkaran mengenai prediksi hasil penangkaran yang siap dipasarkan antara lain waktu menetas/beranak, jumlah anakan dan pertumbuhan,
  7. Rencana hasil penangkaran yang diharapkan selama jangka 5 tahun,
  8. Deskripsi mengenai sitem dan metoda penandaan,
  9. Deskripsi sarana prasarana penangkaran yang telah dan akan dibangun (fasilitas pemeliharaan, pembiakan dan pembesaran termasuk fasilitas kesehatan),
  10. Analisis finansial mengenai prediksi keuntungan dari usaha dimaksud.

Rencana Kerja Lima Tahunan, berisi hal-hal antara lain :
  1. Data perusahaan,
  2. Data stok satwa atau tumbuhan,
  3. Tenaga kerja dan sarana prasarana,
  4. Rencana kegiatan selama lima tahun.
Pembinaan dan Pengendalian Otoritas Keilmuan (Scientific authority), sesuai dengan ketentuan CITES Resolusi Conf. 10.3 wajib memberikan saran dan rekomendasi kepada Direktur Jenderal PHKA selaku pelaksana Otoritas Pengelola CITES di Indonesia, mengenai keberhasilan suatu unit penangkaran untuk dapat mengekspor hasilnya sesuai dengan Article VII paragraph 4 dan paragraph 5 CITES mengenai ketentuan ekspor hasil pengembangbiakan satwa dan perbanyakan tumbuhan secara buatan. Dalam pelaksanaannya Otoritas Keilmuan melakukan pembinaan kepada para penangkar tumbuhan dan satwa liar. Otoritas Pengelola wajib melakukan pembinaan kepada unit penangkaran mengenai penandaan, sistem pencatatan dan pelaporan yang benar serta pengendalian pemanfaatan hasil penangkaran.

Dalam rangka pengendalian pemanfaatan hasil penangkaran, Kepala Balai KSDA melakukan pemeriksaan silang terhadap laporan bulanan, buku catatan harian, penandaan dan fisik tumbuhan dan satwa liar di dalam penangkaran. Pemeriksaan silang dilakukan secara berkala paling sedikit satu kali dalam enam bulan, atau apabila karena sesuatu hal dipandang perlu. Berdasarkan hasil pembinaan dan pengendalian Kepala Balai membuat Catatan Kinerja unit Penangkaran. Kepala Balai wajib menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal mengenai hasil pemeriksaan dan Catatan Kinerja Unit Penangkaran.
 
Pencatatan dan Pelaporan Setiap unit penangkaran tumbuhan dan satwa liar wajib membuat buku induk (Stud book) dan buku catatan harian (Log book) mengenai perkembangan seluruh tumbuhan atau satwa di dalam penangkaran. Buku catatan harian harus terbuka bagi petugas dalam rangka pembinaan dan kontrol serta bagi auditor dalam rangka penilaian pemenuhan standar kualifikasi. Setiap unit penangkaran tumbuhan dan satwa liar wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai perkembangan seluruh tumbuhan atau satwa di dalam penangkaran. Laporan tersebut berisi perubahan (mutasi), pada hasil penangkaran termasuk diantaranya kelahiran, perbanyakan, kematian, penjualan untuk setiap generasi dan induk-induknya

Daftar Spesies Kura-Kura



Berikut adalah daftar lengkap semua spesies kura-kura dunia termasuk yang diketahui telah punah:

Acanthochelys
  • Acanthochelys macrocephala
  • Acanthochelys pallidipectoris
  • Acanthochelys radiolata
  • Acanthochelys spixii

Acherontemys(†)
Acinixys planicauda
Actinemys marmorata [was
Actinemys marmorata marmorata
Actinemys marmorata pallida
Aldabrachelys elephantina
Alligator
amphithorax"
Amyda
  • Amyda cartilaginea
Annamemys annamensis
Apalone
  • Apalone ferox [was
  • Apalone mutica
  • Apalone mutica calvata
  • Apalone mutica mutica
  • Apalone spinifera [was
  • Apalone spinifera aspera
  • Apalone spinifera ater
  • Apalone spinifera emoryi
  • Apalone spinifera guadalupensis
  • Apalone spinifera hartwegi
  • Apalone spinifera pallida
  • Apalone spinifera spinifera

Archelon†
Aspideretes
  • Aspideretes gangeticus
  • Aspideretes hurum
  • Aspideretes leithii
  • Aspideretes nigricans
Astrochelys
Astrochelys radiata
Batagur baska
  • Batagur baska
  • Batagur baska baska
  • Batagur baska ranongensis
Batrachemys
  • Batrachemys dahli
  • Batrachemys heliostemma
  • Batrachemys nasuta [was
  • Batrachemys raniceps
  • Batrachemys tuberculata
  • Batrachemys zuliae
Bonapartemys†
borbonica"
Bufocephala vanderhaegei
Caiman
Callagur
  • Callagur borneoensis
Caretta
  • Caretta caretta
  • Caretta caretta caretta
Carettochelys insculpta
  • Carettochelys insculpta canni
  • Carettochelys insculpta insculpta
Chelodina
  • Chelodina canni
  • Chelodina longicollis
  • Chelodina mccordi
  • Chelodina novaeguineae
  • Chelodina oblonga
  • Chelodina pritchardi
  • Chelodina reimanni
  • Chelodina siebenrocki
  • Chelodina steindachneri
Chelonia mydas
Chelonia mydas agassizii
Chelonia mydas japonica
Chelonia mydas mydas
Chelopus annulata
Chelopus rubida [was
Chelopus rubida rubida
Chelosphargis†
Chelus
Chelus fimbriatus
Chelydra
  • Chelydra acuticostris
  • Chelydra rossignonii
  • Chelydra serpentina
  • Chelydra serpentina osceola
  • Chelydra serpentina serpentina
Chelydrops(†)
Chelydropsis(†)
Chersina angulata
Chinemys
  • Chinemys megalocephala
  • Chinemys nigricans
  • Chinemys reevesii
  • Chinemys reevesii megalocephala
  • Chinemys reevesii reevesii
Chitra
  • Chitra chitra
  • Chitra indica
  • Chitra vandijki
Chrysemys
  • Chrysemys floridana
  • Chrysemys picta painted turtle
  • Chrysemys picta painted turtle bellii
  • Chrysemys picta painted turtle dorsalis
  • Chrysemys picta painted turtle marginata
  • Chrysemys picta painted turtle picta
Cistoclemmys flavomarginata
  • Cistoclemmys flavomarginata evelynae
  • Cistoclemmys flavomarginata flavomarginata
  • Cistoclemmys flavomarginata sinensis
  • Cistoclemmys galbinifrons flowerback box turtle bourreti
  • Cistoclemmys galbinifrons flowerback box turtle galbinifrons
  • Cistoclemmys galbinifrons flowerback box turtle picturata
  • Cistoclemmys serrata serrated box turtle
Claudius angustatus
Clemmys
  • Clemmys guttata
  • Clemmys guttata guttata
  • Clemmys insculpta
  • Clemmys marmorata
  • Clemmys marmorata marmorata
Cuora
  • Cuora amboinensis
  • Cuora amboinensis amboinensis
  • Cuora amboinensis couro
  • Cuora amboinensis kamaroma
  • Cuora amboinensis lineata
  • Cuora aurocapitata
  • Cuora flavomarginata
  • Cuora galbinifrons flowerback box turtle
  • Cuora galbinifrons flowerback box turtle bourreti
  • Cuora galbinifrons flowerback box turtle galbinifrons
  • Cuora galbinifrons flowerback box turtle picturata
  • Cuora mccordi McCord?s box turtle
  • Cuora pani Pan?s box turtle
  • Cuora serrata serrated box turtle
  • Cuora trifasciata golden coin turtle
  • Cuora yunnanensis
  • Cuora zhoui
"
Cyclanorbis
  • Cyclanorbis elegans
  • Cyclanorbis senegalensis
Cyclemys
  • Cyclemys annamensis
  • Cyclemys atripons
  • Cyclemys dentata
  • Cyclemys dentata
  • Cyclemys oldhamii
  • Cyclemys ovata
  • Cyclemys pulchristriata
  • Cyclemys tcheponensis
  • Cyclemys tcheponensis
Cycloderma
  • Cycloderma aubryi
  • Cycloderma frenatum
Cylindraspis
  • Cylindraspis "indica
  • Cylindraspis inepta
  • Cylindraspis peltastes
  • Cylindraspis triserrata
  • Cylindraspis vosmaeri
Deirochelys
  • Deirochelys reticulata
  • Deirochelys reticulata chrysea
  • Deirochelys reticulata miaria
  • Deirochelys reticulata reticulate
Dermatemys mawii
Dermochelys
  • Dermochelys coriacea
  • Dermochelys coriacea angusta
  • Dermochelys coriacea coriacea
  • Dermochelys coriacea schlegelii
Desmatochelys†
Dipsochelys
  • Dipsochelys abrupta
  • Dipsochelys arnoldi
  • Dipsochelys daudinii
  • Dipsochelys dussumieri
  • Dipsochelys grandidieri
  • Dipsochelys hololissa
Dogania
Dogania subplana
Elseya
  • Elseya bellii
  • Elseya branderhorsti
  • Elseya dentata
  • Elseya georgesi
  • Elseya irwini
  • Elseya latistemum
  • Elseya lavarackorum
  • Elseya novaeguineae
  • Elseya purvisi
  • Elseya schultzei
Elusor
Elusor macrurus
Emarginachelys(†)
Emydoidea blandingii
Emydura
  • Emydura australis
  • Emydura krefftii
  • Emydura macquarrii
  • Emydura macquarrii binjing
  • Emydura macquarrii dharra
  • Emydura macquarrii dharuk
  • Emydura macquarrii guanabarra
  • Emydura macquarrii macquarrii
  • Emydura macquarrii signata
  • Emydura subglobosa
  • Emydura subglobosa albertii
  • Emydura subglobosa worrelli
  • Emydura tanybaraga
  • Emydura victoriae
  • Emydura worrelli
Emys European
  • Emys orbicularis European capolongoi
  • Emys orbicularis European colchica
  • Emys orbicularis European eiselti
  • Emys orbicularis European fritzjuergenobstii
  • Emys orbicularis European galloitalica
  • Emys orbicularis European hellenica
  • Emys orbicularis European hispanica
  • Emys orbicularis European iberica
  • Emys orbicularis European lanzai
  • Emys orbicularis European luteofusca
  • Emys orbicularis European occidentalis
  • Emys orbicularis European orbicularis
  • Emys orbicularis European orientalis
  • Emys orbicularis European persica
  • Emys trinacris European
Eretmochelys
  • Eretmochelys imbricata bissa
  • Eretmochelys imbricata imbricata
  • Eretmochelys imbricata squamata
  • Eretmochelys imbricata hawksbill
  • Erymnochelys madagascariensis
Furculochelys nabeulensis
Gavialis gangeticus
Gavialosuchus†
Geochelone
  • Geochelone carbonaria
  • Geochelone chilensis
  • Geochelone denticulata
  • Geochelone elegans
  • Geochelone elephantus
  • Geochelone gigantea
  • Geochelone gigantea arnoldi
  • Geochelone gigantea dussumieri
  • Geochelone gigantea hololissa
  • Geochelone nigra
  • Geochelone nigra abingdoni
  • Geochelone nigra becki
  • Geochelone nigra chathamensis
  • Geochelone nigra darwini
  • Geochelone nigra duncanensis
  • Geochelone nigra ephippium
  • Geochelone nigra guntheri
  • Geochelone nigra hoodensis
  • Geochelone nigra nigra
  • Geochelone nigra phantastica
  • Geochelone nigra porteri
  • Geochelone nigra vandenburghi
  • Geochelone nigra vicina
  • Geochelone pardalis
  • Geochelone pardalis babcocki
  • Geochelone pardalis pardalis
  • Geochelone platynota
  • Geochelone radiata
  • Geochelone sulcata
  • Geochelone yniphora
Geoclemys
  • Geoclemys hamiltonii
  • Geoclemys reevesii
Geoemyda
  • Geoemyda japonica
  • Geoemyda silvatica
  • Geoemyda spengleri
  • Geoemyda yuwonoi"
Glyptemys insculpta [was
Glyptemys muhlenbergii [was
Gopherus
  • Gopherus agassizii
  • Gopherus berlandieri
  • Gopherus flavomarginatus
  • Gopherus polyphemus
Graptemys
  • Graptemys barbouri
  • Graptemys caglei
  • Graptemys ernsti
  • Graptemys flavimaculata
  • Graptemys geographica
  • Graptemys gibbonsi
  • Graptemys kohni
  • Graptemys nigrinoda
  • Graptemys nigrinoda delticola
  • Graptemys nigrinoda nigrinoda
  • Graptemys oculifera
  • Graptemys ouachitensis
  • Graptemys ouachitensis ouachitensis
  • Graptemys ouachitensis sabinensis
  • Graptemys pseudogeographica
  • Graptemys pseudogeographica kohnii
  • Graptemys pseudogeographica ouachitensis
  • Graptemys pseudogeographica pseudogeographica
  • Graptemys pseudogeographica sabinensis
  • Graptemys pulchra
  • Graptemys versa
Hadrianus
  • Hadrianus "corsoni
  • Hadrianus robustus
  • Hadrianus schucherti
  • Hadrianus utahensis
Hardella
  • Hardella thurjii
  • Hardella thurjii indi
  • Hardella thurjii thurjii
Heosemys
  • Heosemys depressa
  • Heosemys grandis
  • Heosemys leytensis
  • Heosemys spinosa
  • Heosemys yuwonoi
Hieremys annandalii
Hieremys x
Homopus
  • Homopus areolatus
  • Homopus bergeri
  • Homopus boulengeri
  • Homopus femoralis
  • Homopus signatus
  • Homopus signatus cafer
  • Homopus signatus signatus
Hydromedusa
Hydromedusa maximiliani
Hydromedusa tectifera
Indotestudo
  • Indotestudo elongata
  • Indotestudo forstenii
  • Indotestudo travancorica
Kachuga
  • Kachuga dhongoka
  • Kachuga kachuga
  • Kachuga smithi
  • Kachuga sylhetensis
  • Kachuga tecta
  • Kachuga tentoria
  • Kachuga tentoria circumdata
  • Kachuga tentoria flaviventer
  • Kachuga tentoria tentoria
  • Kachuga trivittata
Kentisuchus†
Kinixys
  • Kinixys belliana
  • Kinixys belliana belliana
  • Kinixys belliana nogueyi
  • Kinixys belliana zombensis
  • Kinixys erosa
  • Kinixys homeana
  • Kinixys homeana
  • Kinixys lobatsiana
  • Kinixys natalensis
  • Kinixys spekii
Kinosternon
  • Kinosternon acutum
  • Kinosternon alamosae
  • Kinosternon angustipons
  • Kinosternon arizonense
  • Kinosternon baurii
  • Kinosternon chimalhuaca
  • Kinosternon creaseri
  • Kinosternon cruentatum
  • Kinosternon dunni
  • Kinosternon flavescens
  • Kinosternon flavescens arizonense
  • Kinosternon flavescens durangoense
  • Kinosternon flavescens flavescens
  • Kinosternon herrerai
  • Kinosternon hirtipes
  • Kinosternon hirtipes chapalaense
  • Kinosternon hirtipes hirtipes
  • Kinosternon hirtipes magdalense
  • Kinosternon hirtipes murrayi
  • Kinosternon hirtipes tarascense
  • Kinosternon integrum
  • Kinosternon leucostomum
  • Kinosternon leucostomum leucostomum
  • Kinosternon leucostomum postinguinale
  • Kinosternon oaxacae
  • Kinosternon scorpioides
  • Kinosternon scorpioides abaxillare
  • Kinosternon scorpioides albogulare
  • Kinosternon scorpioides cruentatum
  • Kinosternon scorpioides scorpioides
  • Kinosternon sonoriense
  • Kinosternon sonoriense longifemorale
  • Kinosternon sonoriense sonoriense
  • Kinosternon subrubrum
  • Kinosternon subrubrum hippocrepis
  • Kinosternon subrubrum steindachneri
  • Kinosternon subrubrum subrubrum
Lepidochelys
  • Lepidochelys kempii
  • Lepidochelys olivacea
Leucocephalon "yuwonoi
Linderochelys†
Lissemys
  • Lissemys punctata andersoni
  • Lissemys punctata punctata
  • Lissemys punctata scutata
Lomalatachelys†
Macrocephalochelys(†)
Macrochelodina
  • Macrochelodina burrungandjii
  • Macrochelodina expansa
  • Macrochelodina kuchlingi
  • Macrochelodina parkeri
  • Macrochelodina rugosa
Macrochelys temminckii
Malaclemys "Concentrica
Malaclemys
  • Malaclemys terrapin
  • Malaclemys terrapin centrata
  • Malaclemys terrapin littoralis
  • Malaclemys terrapin macrospilota
  • Malaclemys terrapin pileata
  • Malaclemys terrapin rhizophorarum
  • Malaclemys terrapin tequesta
  • Malaclemys terrapin terrapin
Malacochersus tornieri
Malayemys subtrijuga
Manouria
  • Manouria emys
  • Manouria emys emys
  • Manouria emys phayrei
  • Manouria impressa
Mauremys
  • Mauremys annamensis
  • Mauremys caspica
  • Mauremys caspica caspica
  • Mauremys caspica siebenrocki
  • Mauremys caspica ventrimaculata
  • Mauremys iversoni
  • Mauremys japonica
  • Mauremys leprosa
  • Mauremys leprosa atlantica
  • Mauremys leprosa leprosa
  • Mauremys leprosa marokkensis
  • Mauremys leprosa saharica
  • Mauremys leprosa wernerkaestiei
  • Mauremys leprosa zizi
  • Mauremys mutica
  • Mauremys mutica
  • Mauremys mutica kami
  • Mauremys mutica mutica
  • Mauremys pritchardi
  • Mauremys rivulata
  • Mauremys x iversoni
  • Mauremys x pritchardi
Melanochelys
  • Melanochelys tricarinata
  • Melanochelys trijuga
  • Melanochelys trijuga coronata
  • Melanochelys trijuga edeniana
  • Melanochelys trijuga indopeninsularis
  • Melanochelys trijuga parkeri
  • Melanochelys trijuga thermalis
  • Melanochelys trijuga wiroti
Melanosuchus
Mesoclemmys
Mesoclemmys gibba [was
Morenia
  • Morenia ocellata
  • Morenia petersi
Myuchelys
Natator depressus
Nilssonia
Nilssonia formosa
Notochelone†
Notochelys
Notochelys platynota
Ocadia
  • Ocadia glyphistoma
  • Ocadia philippeni
  • Ocadia sinensis
Orlitia
Orlitia borneensis
Palaeophrynops†
Palaeotrionyx
Palea
Palea steindachneri
Paleosuchus
Pangshura
  • Pangshura smithi
  • Pangshura smithi pallidipes
  • Pangshura smithi smithi
  • Pangshura sylhetensis
  • Pangshura tecta
  • Pangshura tentoria circumdata
  • Pangshura tentoria flaviventer
  • Pangshura tentoria tentoria
pani "
Parahydraspis†
Paratomistoma†
Pelochelys
  • Pelochelys bibroni
  • Pelochelys cantorii
  • Pelochelys significa
Pelocomastes†
Pelodiscus
  • Pelodiscus axenaria
  • Pelodiscus sinensis
Pelomedusa
  • Pelomedusa subrufa
  • Pelomedusa subrufa nigra
  • Pelomedusa subrufa olivacea
  • Pelomedusa subrufa subrufa
Peltocephalus dumerilianus
Pelusios
  • Pelusios acupulata
  • Pelusios adansonii
  • Pelusios bechuanicus
  • Pelusios broadleyi
  • Pelusios carinatus
  • Pelusios castanaeus
  • Pelusios castanoides castanoides
  • Pelusios castanoides intergularis
  • Pelusios chapini[1]
  • Pelusios gabonensis
  • Pelusios gaboni
  • Pelusios marani
  • Pelusios nanus
  • Pelusios niger
  • Pelusios rhodesianus
  • Pelusios seychellensis (†)
  • Pelusios sinuatus
  • Pelusios subniger
  • Pelusios subniger parietalis
  • Pelusios subniger subniger
  • Pelusios upembae
  • Pelusios williamsi
  • Pelusios williamsi laurenti
  • Pelusios williamsi lutescens
  • Pelusios williamsi williamsi
Phrynops
  • Phrynops geoffroanus
  • Phrynops geoffroanus geoffroanus
  • Phrynops hilarii
  • Phrynops tuberosus
  • Phrynops williamsi
Planiplastron(†)
Platemys
Platemys platycephala
Platysternon
  • Platysternon megacephalum
  • Platysternon megacephalum megacephalum
  • Platysternon megacephalum pequense
  • Platysternon megacephalum shiui
  • Platysternon megacephalum vogeli
Podocnemis
  • Podocnemis erythrocephala
  • Podocnemis expansa
  • Podocnemis lewyana
  • Podocnemis sextuberculata
  • Podocnemis unifilis
  • Podocnemis vogli
Prochelidella†
Protochelydra(†)
Protostega†
Psammobates
  • Psammobates geometricus
  • Psammobates oculiferus
  • Psammobates tentorius
  • Psammobates tentorius tentorius
  • Psammobates tentorius trimeni
  • Psammobates tentorius verroxii
Pseudemydura umbrina
Pseudemys
  • Pseudemys "suwanniensis
  • Pseudemys alabamensis
  • Pseudemys alabamensis
  • Pseudemys concinna
  • Pseudemys concinna concinna
  • Pseudemys concinna floridana
  • Pseudemys concinna gorzugi
  • Pseudemys concinna suwanniensis
  • Pseudemys floridana
  • Pseudemys floridana peninsularis
  • Pseudemys gorzugi
  • Pseudemys nelsoni
  • Pseudemys peninsularis
  • Pseudemys rubriventris
  • Pseudemys suwanniensis
  • Pseudemys texana
Pyxidea mouhotii
Pyxidea mouhotii mouhotii
Pyxidea mouhotii obstii
Pyxis
  • Pyxis arachnoides
  • Pyxis arachnoides arachnoides
  • Pyxis arachnoides brygooi
  • Pyxis arachnoides oblonga
  • Pyxis planicauda
Rafetus
  • Rafetus euphraticus
  • Rafetus swinhoei
Ranacephala hogei
Ranacephala x
Rhamphosuchus†
Rheodytes leukops
Rheodytesand
Rhinemys
Rhinemys rufipes
Rhinochelys†
Rhinoclemmys
  • Rhinoclemmys annulata
  • Rhinoclemmys areolata
  • Rhinoclemmys diademata
  • Rhinoclemmys funerea
  • Rhinoclemmys melanosterna
  • Rhinoclemmys nasuta
  • Rhinoclemmys pulcherrima
  • Rhinoclemmys pulcherrima incisa
  • Rhinoclemmys pulcherrima incise
  • Rhinoclemmys pulcherrima manni
  • Rhinoclemmys pulcherrima pulcherrima
  • Rhinoclemmys pulcherrima rogerbarbouri
  • Rhinoclemmys punctularia
  • Rhinoclemmys punctularia flammigera
  • Rhinoclemmys punctularia punctularia
  • Rhinoclemmys rubida
Sacalia bealei
Sacalia pseudocellata
Sacalia quadriocellata
Santanachelys[1]†
Siebenrockiella crassicollis
Staurotypus salvinii
Staurotypus salvinii
Staurotypus triporcatus
Sternotherus
  • Sternotherus carinatus
  • Sternotherus carinatus
  • Sternotherus depressus
  • Sternotherus depressus
  • Sternotherus minor
  • Sternotherus minor
  • Sternotherus minor minor
  • Sternotherus minor peltifer
  • Sternotherus odoratus
  • Sternotherus odoratus
Stylemys
  • Stylemys botti
  • Stylemys calaverensis
  • Stylemys canetotiana
  • Stylemys capax
  • Stylemys conspecta
  • Stylemys copei
  • Stylemys emiliae
  • Stylemys frizaciana
  • Stylemys karakolensis
  • Stylemys nebrascensis
  • Stylemys neglectus
  • Stylemys oregonensis
  • Stylemys pygmea
  • Stylemys uintensis
  • Stylemys undabuna
Terlinguachelys†
Terrapene
  • Terrapene carolina
  • Terrapene carolina bauri
  • Terrapene carolina carolina
  • Terrapene carolina major
  • Terrapene carolina mexicana
  • Terrapene carolina triunguis
  • Terrapene carolina yucatana
  • Terrapene coahuila
  • Terrapene coahuila coahuila
  • Terrapene nelsoni
  • Terrapene nelsoni klauberi
  • Terrapene nelsoni nelsoni
  • Terrapene ornata
  • Terrapene ornata luteola
  • Terrapene ornata ornata
Testudo
  • Testudo graeca
  • Testudo graeca anamurensis
  • Testudo graeca armeniaca
  • Testudo graeca cyrenicae
  • Testudo graeca graeca
  • Testudo graeca ibera
  • Testudo graeca nabeulensis
  • Testudo graeca nikolskii
  • Testudo graeca soussensis
  • Testudo graeca terrestris
  • Testudo graeca zarudnyi
  • Testudo hermanni
  • Testudo hermanni boettgeri
  • Testudo hermanni hermanni
  • Testudo horsfieldii
  • Testudo horsfieldii
  • Testudo horsfieldii horsfieldii
  • Testudo horsfieldii kazakhstanica
  • Testudo horsfieldii rustamovi
  • Testudo ibera anamurensis
  • Testudo kleinmanni
  • Testudo marginata
  • Testudo ocellata
  • Testudo weissingeri
  • Testudo werneri
Thecachampsa†
Tomistoma schlegelii
Toyotamaphimeia†
Trachemys
  • Trachemys adiutrix
  • Trachemys decorata
  • Trachemys decussata
  • Trachemys decussata angusta
  • Trachemys decussata decussata
  • Trachemys dorbignyi brasiliensis
  • Trachemys dorbignyi dorbignyi
  • Trachemys gaigeae
  • Trachemys ornata
  • Trachemys scripta
  • Trachemys scripta adiutrix
  • Trachemys scripta brasiliensis
  • Trachemys scripta callirostris
  • Trachemys scripta cataspila
  • Trachemys scripta cataspilla
  • Trachemys scripta chichiriviche
  • Trachemys scripta chichiriviche
  • Trachemys scripta dorbignyi
  • Trachemys scripta elegans
  • Trachemys scripta emolli
  • Trachemys scripta grayi
  • Trachemys scripta hartwegi
  • Trachemys scripta hiltoni
  • Trachemys scripta nebulosa
  • Trachemys scripta ornata
  • Trachemys scripta scripta
  • Trachemys scripta taylori
  • Trachemys scripta troostii
  • Trachemys scripta venusta
  • Trachemys scripta yaquia
  • Trachemys stejnegeri
  • Trachemys stejnegeri malonei
  • Trachemys stejnegeri stejnegeri
  • Trachemys stejnegeri vicina
  • Trachemys terrapen
  • Trachemys terrapen felis
  • Trachemys terrapen terrapen
Trionyx
  • Trionyx spiniferus pallidus
  • Trionyx triunguis

Hari Kura Kura Sedunia (23 mei)



Hari kura-kura sedunia. Kura-kura yang sering digambarkan sebagai makhluk yang lambat namun bijaksana terkadang merupakan antitesis dari dunia yang sekarang bergerak demikian cepat. Untuk hari ini, ada baiknya kita bercermin pada kura-kura yang bergerak lambat namun hidupnya sarat dengan makna.

Peringatan unik ini dirayakan tanggal 23 Mei tiap tahunnya. Peringatan ini diperuntukkan agar orang-orang di seluruh penjuru dunia menghargai keberadaan kura-kura, khususnya bagi masyarakat yang memakai kura-kura sebagai simbol.

Masyarakat pecinta kura-kura merayakan Hari Kura-Kura Se-dunia ini dengan cara yang berbeda-beda, beberapa di antaranya dengan berdandan sebagai kura-kura atau menyelamatkan kura-kura yang menyeberang jalan raya.

Tradisi ini telah dimulai sejak tahun 2000 oleh American Tortoise Rescue, sebuah organisasi penyelamatan populasi kura-kura yang didirikan pada tahun 1990 dan kini berpusat di Malibu, California, Amerika Serikat.
  1. Alon-alon asal kelakon atau biar lambat asal selamat. Ini bisa diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan, terutama dalam berkendara. Ingat peribahasa “It’s better to lose one minute in your life than to lose your life in one minute.” Orang ingin cepat meskipun terkadang hasil yang dicapai jauh dari harapan. Ada baiknya kita mengerem sedikit dan menilik semua usaha kita agar tujuan kita tercapai dengan baik dan bukan tercapai dengan asal-asalan.
  2. Perisai tempurung yang kuat. Kura-kura mempunyai tempurung yang kuat yang digunakan sebagai perlindungan dari bahaya. Semua orang juga ingin punya tempurung seperti itu. Saat dunia seakan-akan tidak berpihak ke diri kita, kita bisa menyembunyikan diri dalam tempurung kita untuk sementara supaya kita bisa menarik nafas, bersembunyi dan menyusun strategi lagi. Tempurung kita bisa berupa rumah, keluarga, lagu, cerita atau sekedar kenangan indah di masa lalu.
  3. Fokus pada sedikit tujuan. Kura-kura tahu, bahwa dengan gerakannya yang lambat, dia tidak mampu untuk mengerjakan banyak hal. Jadi dia fokus kepada hal-hal yang ingin dia kerjakan dan kemudian dia memberikan perhatian penuh pada tujuannya itu. Manusia modern dengan segala yang serba instan, ingin banyak hal dengan cepat dan segera. Pada akhirnya, dia kehilangan fokus apa yang sebenarnya ingin dia kerjakan dan malah mengerjakan hal-hal yang tidak dia inginkan.
  4. Kesabaran adalah kelebihan utama seekor kura-kura. Ada cerita tentang seekor kura-kura yang berjalan pelan di atas salju musim dingin. Monyet datang menghampiri dan bertanya mau ke mana kura-kura tersebut. Dijawab bahwa si kura-kura mau berenang di tepian danau. Monyet menertawakannya karena danau sekarang sedang beku total dan si kura-kura tidak mungkin berenang. Kura-kura cuma menjawab, “Pada saat aku sampai ke sana, danaunya sudah mencair.”
  5. Lihat, dengar dan rasakan prosesnya. Dengan gerakannya yang lambat, kura-kura melihat banyak hal dalam perjalanan mencapai tujuannya. Dia melihat bagaimana petugas parkir menyeka wajahnya yang kepanasan, pedagang asongan berlari meloncat ke arah bus untuk menawarkan dagangannya, dan berbagai aspek kehidupan lain yang mungkin tidak kita sadari karena kita hanya fokus pada tujuan yang telah kita tetapkan sebelumnya.
  6. Temukan kecepatan pribadimu sendiri dan jangan menjadi minder karenanya. Kura-kura menyadari bahwa dia mempunyai kecepatannya sendiri. Kecepatan yang menjadi miliknya sendiri dan tidak terpengaruh oleh kecepatan dunia di sekitarnya. Dia tidak berupaya untuk menjadi lebih cepat dan berganti nama menjadi kelinci. Dia bergerak sewajarnya, dan tidak merasa kesal jika ada yang bergerak lebih cepat darinya, karena kura-kura sudah menemukan kecepatan pribadinya sendiri.
Kura-kura yang lambat mungkin tidak cocok dengan dunia yang bergerak cepat sekarang ini. Namun, kura-kura adalah guru yang baik, guru yang menghargai setiap waktu yang dia punya dan menghargai kesempatan yang ada sepanjang waktu yang singkat tersebut.
Selamat hari kura-kura sedunia.

PP No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

PP No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

P R E S l D E N REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999
TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
  1. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dan sumber daya alam yang tidak tenilai harganya sehingga kelestariannya perlu dijaga melalui upaya pengawetan jenis;
  2. bahwa berdasarkan hal tersebut diatas dan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dipandang perlu untuk menetapkan peraturan tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat :
  1. Pasal 5 Ayat (2) dan Pasa! 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
  3. Undang-undang Nomor 9 Tahun, 1.985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);
  4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nonior 49Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
  5. Udang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 No.46, Tambahan Lembaran negara No. 3478);
  6. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, lkan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
  7. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenal Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556);
  8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Hngkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3544);
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestanan Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776);

M E M U T U S K A N
Menetapkan :
PERATURAN PEMENNTAH TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA.

BAB l KETENTUAN UMUM
Pasal l
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
  1. Pengawetan adalah upaya untuk menjaga agar keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya baik di dalam maupun di luar habitatnya tidak punah.
  2. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitatnya adalah upaya menjaga keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa agar tidak punah.
  3. Lembaga Konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan atau sama di luar habitatnya (ex situ), baik berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non pemenntah.
  4. Identifikasi jenis tumbuhan dan satwa adalah upaya untuk mengenal jenis, keadaan umum status populasi dan tempat hidupnya yang dilakukan di dalam habitatnya.
  5. Inventansasi jenis tumbuhan dan satwa adalah upaya untuk mengetahul kondisi dan status populasi secara lebih rinci serta daerah penyebarannya yang dilakukan di dalam dan di luar habitatnya maupun di lembaga konservasi.
  6. Jenis tumbuhan atau satwa adalah jenis yang secara ilmiah disebut species atau anak-anak jenis yang secara ilmiah disebut sub-species baik di dalam maupun di luar habltatnya.
  7. Populasi adalah kelompok individu dan jenis tertentu di tempat tertentu yang secara alami dan dalam jangka panjang mempunyai kecenderungan untuk mencapai keseimbangan populasl secara dinamis sesuai dengan kondisi habitat beserta lingkungannya.
  8. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dibidang kehutanan.
Pasal 2
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa bertujuan untuk :
  1. menghindarkan jenis tumbuhan dan satwa dan bahaya kepunahan;
  2. menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa;
  3. memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem yang ada; agar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia secara berkelanjutan.

BAB II UPAYA PENGAWETAN
Pasal 3
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilakukan melalui upaya:
  1. penetapan dan penggolongan yang dilindungi dan tidak dilindungi;
  2. pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa serta habitatnya;
  3. pemeliharaan dan pengembangbiakan.

BAB III PENETAPAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA
Pasal 4
  1. Jenis tumbuhan dan satwa ditetapkan atas dasar golongan:
    1. tumbuhan dan satwa yang dilindungi;
    2. tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi.
  2. jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a adalah sebagaimana terlampir dalam Peraturan Pemerintah ini.
  3. Perubahan dan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi menjadi tidak dilindungi dan sebaikknya ditetapkan dengan Keputusan Menteri setelah mendapat pertimbangan otoritas keilmuan (Scientific Authority).
Pasal 5
  1. Suatu.jenis tumbuhan dan satwa wajib ditetapkan dalam golongan yang dilindungi apabila telah memenuhi kritena :
    1. mempunyai populasi yang kecil;
    2. adanya penurunan yang tajam pada jumlah Individu dialam;
    3. daerah penyebarannya yang terbatas (endemik).
  2. Terhadap jenis tumbuhan dan satwa yang memenuhi kritena sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan upaya pengawetan.
Pasal 6
Suatu jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dapat diubah statusnya menjadi tidak dilindungi apabila populasinya telah mencapai tingkat pertumbuhan tertentu sehingga jenis yang bersangkutan tidak lagi termasuk kategori jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).

BAB IV PENGELOLAAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA SERTA HABITATNYA
Bagian Pertama Umum
Pasal 7
Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah ini tidak- mengurangi arti ketentuan tentang pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam,
Pasal 8
  1. Pengawetan Jenis tumbuhan dan satwa dilakukan melalui kegiatan pengelolaan di dalam habitatnya (in situ).
  2. Dalam mendukung kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan kegiatan pengelolaan di luar habitawya (ex situ) untuk menambah dan memulihkan populasi.
  3. Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa di dalam habitatnya (in situ) dilakukan dalam bentuk kegiatan :
    1. Identifikasi:
    2. Inventarisasi;
    3. Pemantauan;
    4. Pembinaan habitat dan populasinya;
    5. Penyelamatan jenis;
    6. Pengkajian, penelitian dan pengembangan.
  4. Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa di luar babitatnya (ex- situ) dilakukan dalam bentuk kegiatan :
    1. Pemeliharaan;
    2. Pengembangbiakan;
    3. Pengkajian, penelitian dan pengembangan;
    4. Rehabilitasi satwa;
    5. Penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa.

Bagian Kedua Pengelolaan dalam Habitat (In Situ)
Pasal 9
  1. Pemerintah melaksanakan identifikasi di dalam habitat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a untuk kepentingan penetapan golongan jenis tumbuhan dan satwa.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenal identifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 10
  1. Pemerintah melaksanakan Inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b, untuk mengetahui kondisi populasi jenis tumbuhan dan satwa.
  2. Inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi survei dan pengamatan terhadap potensi jenis tumbuhan dan satwa.
  3. Pemerintah dapat bekerjasama dengan masyarakat dalam pelaksanaan survei dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
  4. Detention labia languet magenta inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan. avat (3) diatur oleh Menteri.
Pasal 11
  1. Pemerintah melaksanakan pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf c, untuk mengetahui kecenderungan perkembangan populasi jenis tumbuhan dan satwa dan waktu ke waktu.
  2. Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui survei dan pengamatan terhadap potensi jenis tumbuhan dan satwa secara berkala.
  3. Pemerintah dapat bekerjasama dengan masyarakat dalam pelaksanaan survei dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
Pasal 12
  1. Pemerintah melaksanakan pembinaan habitat dan populasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayal (3) huruf d, untuk menjaga keberadaan populasi jenis tumbuhan dan satwa dalam keadaan seimbang dengan daya dukung habitatnya.
  2. Pembinaan habitat dan populasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan :
    1. Pembinaan padang rumput untuk makan satwa;
    2. Penanaman dan pemeliharaan pohon pelindung dan sarang satwa pohon sumber makan satwa;
    3. Pembuatan fasilitas air minum, tempat berkubang dan mandi satwa;
    4. Penjarangan jenis tumbuhan dan atau populasi satwa;
    5. Penambahan tumbuhan atau satwa ash;
    6. Pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu.
  3. Pemerintah dapat bekerjasama dengan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan habitat dan populasi tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
Pasal 13
  1. Pemerintah melaksanakan tindakan penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf e, terhadap jenis tumbuhan dan satwa yang terancam bahaya kepunahan yang masih berada di habitatnya.
  2. Penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) d1laksanakan melalui pengembangbiakan, pengobatan, pemeliharaan dan atau pemindahan dan habitatnya ke habitat di lokasi lain.
  3. Pemerintah dapat bekerjasama dengan masyarakat untuk melakukan tindakan penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
Pasal 14
  1. Pemerintah melaksanakan pengkajian, penelitian dan pengembangan jenis tumbuban dan satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf f, untuk menunjang tetap tenaganya keadaan genetik dan ketersediaan sumber daya jenis tumbuhan dan satwa secara lestari.
  2. Pengkajian, penelitian dan pengembangan tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui pengkajian terhadap aspek-aspek biologis dan ekologis baik dalam bentuk penelitian dasar, terapan dan Uji coba.
  3. Pemerintah dapat bekerjasama dengan masyarakat melaksanakan kegiatan pengkajian, penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenal pengkajian, penelitian dan pengembangan jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.

Bagian Ketiga Pengelolaan, di Luar Habitat (Ex Situ)
Pasal 15
  1. Pemeliharaan jenis tumbuhan dan satwa diluar habitatnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a dilaksanakan untuk menyelamatkan sumber daya genetik dan populasi jenis tumbuhan dan satwa.
  2. Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi juga koleksi jenis tumbuhan dan satwa di lembaga konservasi.
  3. Pemeliharaan jenis diluar habitat wajib memenuhi syarat :
    1. memenuhi standar kesehatan tumbuhan, dan satwa;
    2. menyediakan tempat yang cukup luas, aman dan nyaman;
    3. mempunyai dan mempekerjakan tenaga ahli dalam bidang medis dan pemeliharaan.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan jenis di luar habitatnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 16
  1. Pengembangbiakan jenis tumbuhan dan satwa diluar habitatnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf b dilaksanakan untuk pengembangan populasi di alam agar tidak punah.
  2. Kegiatan pengembangbiakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan tetap menjaga kemurnian jenis dan keanekaragaman genetik.
  3. Pengembangbiakan jenis diluar habitatnya wajib memenuhi syarat:
    1. menjaga kemurman jenis;
    2. menjaga keanekaragaman genetik;
    3. melakukan penandaan dan sertifikasi;
    4. membuat buku daftar silsilah (Studbook).
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangbiakan jenis tumbuhan dan satwa diluar habitatnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
Pasal 17
  1. Pengkajian, penelitian dan pengembangan jenis tumbuhan dan satwa diluar habitatnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf c dilakukan sebagai upaya untuk menunjang tetap terjaganya keadaan genetik dan ketersediaan sumber daya jenis tumbuhan dan satwa secara lestari.
  2. Kegiatan pengkajian, penelitian dan pengembangan jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melalui pengkajian terhadap aspek-aspek biologis dan ekologis baik dalain bentuk penehtian dasar, terapan dan Uji coba.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengkajian, penelitian dan pengembangan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitatnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 18
  1. Rehabilitasi satwa diluar habitatnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf d dilaksanakan untuk mengadaptasikan satwa yang karena suatu sebab berada di lingkungan manusia, untuk dikembalikan ke habitatnya.
  2. Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui kegiatan-kegiatan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit, mengobati dan memilih satwa yang layak untuk dikembahkan ke habitatnya.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai rehabilitasi satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 19
  1. Penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa diluar kawasan habitatnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf e dilaksanakan untuk mencegah kepunahan lokal jenis tumbuhan dan satwa akibat adanya bencana alam dan kegiatan manusia.
  2. Penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui kegiatan-kegiatan :
    1. memindahkan jenis tumbuhan dan satwa ke habitatnya yang lebih baik;
    2. mengembalikan ke habitatnya, rehabilitasi atau apabila tidak mungkin,menyerahkan atau menitipkan di Lembaga Konservasi atau apabila rusak, cacat atau tidak memungkinkan hidup lebih baik memusnahkannya.
Pasal 20
  1. (1) Pengelolaan di luar habitat jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah.
  2. (2) Pemerintah dapat bekerjasama dengan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalain ayat (1).
Pasal 21
  1. Jenis tumbuhan dan satwa hasil pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 19 dapat dilepaskan kembali ke habitatnya dengan syarat :
    1. habitat pelepasan merupakan bagian dan sebaran asli jenis yang dilepaskan;
    2. tumbuhan dan satwa yang dilepaskan harus secara fisik sehat dan memiliki keragaman genetik yang tinggi;
    3. memperhatikan keberadaan penghuni habitat.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelepasan kembah jenis tumbuhan dan satwa ke habitatnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri

BAB V LEMBAGA KONSERVASI
Pasal 22
  1. Lembaga Konservasi mempunyai fungsi utama yaitu pengembangbiakan dan atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan kemurian jenisnya.
  2. Disamping mempunyai fungsi utama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Lembaga Konservasi juga berfungsi sebagai tempat pendidikan, peragaan dan penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan.
  3. Lembaga Konservasi dapat berbentuk Kebun Binatang, Musium Zoologi, Taman Satwa Khusus, Pusat Latihan Satwa Khusus, Kebun Botani, Herbanum dan Taman Tumbuhan Khusus.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Konservasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
Pasal 23
  1. Dalam rangka menjalankan fungsinya, Lembaga Konservasi dapat memperoleh tumbuhan dan atau satwa baik yang dilindungi maupun tidak dilindungi melalui:
    1. pengambilan atau penangkapan dan alam;
    2. hasil sitaan;
    3. tukar menukar;
    4. pembelian, untuk jenis-jenis yang tidak dilindungi.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh tumbuhan dan satwa untuk Lembaga Konservasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
Pasal 24
  1. Dalam rangka pengembangbiakan dan penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa, Lembaga Konservasl dapat melakukan tukar menukar tumbuhan atau satwa yang dilindungi dengan lembaga jenis di luar negeri.
  2. Tukar inenukar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan dengan jenis-jenis yang nilai konservasinya dan jumlahnya seimbang.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tukar menukar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

BAB VI PENGIRIMAN ATAU PENGANGKUTAN TUMBUHAN
DAN SATWA YANG DILINDUNGI
Pasal 25
  1. Pengiriman atau pengangkutan tumbuhan dan satwa dan jenis yang dilindungi dan dan ke suatu tempat di wilayah Repubhk Indonesia atau dan dan keluar wilayah Repubhk Indonesia dilakukan atas dasar ijin Menteri.
  2. Pengiriman atau pengangkutan tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus :
    1. dilengkapi dengan sertifikat kesehatan tumbuhan dan satwa dan Instansi yang berwenang;
    2. dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengemi tata cara penginman atau pengangkutan jenis tumbuhan dan satwa sebagaimana dimaksud dalam avat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

BAB VII SATWA YANG MEMBAHAYAKAN KEHIDUPAN MANUSIA
Pasal 26
  1. Satwa yang karena suatu sebab keluar dan habitatnya dan membahayakan kehidupa manusia, harus digiring atau ditangkap dalam keadaan hidup untuk dikembalikan ke habitatnya atau apabila tidak memungkinkan untuk dilepaskan kembali kehabitatnya, satwa dimaksud dikirim ke Lembaga Konservasi untuk dipelihara.
  2. Apabila cara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, maka satwa yang mengancam jiwa manusia secara langsung dapat dibunuh.
  3. Penangkapan atau pembunuhan satwa yang dilindungi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh petugas yang berwenang.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai petugas dan perlakuan terhadap satwa yang membahayakan kehidupan manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.

BAB VIII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 27
  1. Dalam rangka pengawetan tumbuhan dan satwa, dilakukan melalui pengawasan dan pergendalian.
  2. Pengawasan dan pengendalian sebagaimana almana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan melalui tindakan:
    1. preventif; dan
    2. represif.
  4. Tindakan preventif sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a meliputi :
    1. penyuluhan;
    2. pelatihan penegaklan hukum bagi aparat-aparat penegak hukum;
    3. penerbitan buku-buku manual identifikasl jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dan yang tidak dilindungi.
  5. Tindakan represif sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b meliputi tindakan penegakan hukum terhadap dugaan adanya tindakan hukum terhadap usaha pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.

BAB IX KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 28
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, maka segala peraturan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dicabut atau diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Januan 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Januarl 1999

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
AKBAR TANDJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETANAT KABINET N.

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan I
Lambock V. Bahhattands


PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMENNTAH REPUBHK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA

UMUM
Bangsa Indonesia dikarunia oleh Tuhan Yang Maha Esa sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang terdiri dan sumber daya alam hewani, sumber daya alam nabati dan ekosistemnya.
Sumber daya alam hayati tersebut dapat dijadikan salah satu modal dasar pembangunan pembangunan nasional Indonesia yang berkelanjutan.
Agar sumber daya alam hayati yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan modal dasar pembangunan nasional Indonesia tersebut tidak cepat punah sehingga dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka sumber daya alam hayati tersebut perlu dikonservasikan melalui kegiatan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Mengingat akan kepentingan-kepentingan tersebut di atas, dan sebagai pelaksanaan dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan kegiatan pengawetan jenis tumbuhan dan satwa diperlukan peraturan perundang-undangan berbentuk Peraturan Pemerintah.

PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Cukup jelas
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Angka 6
Cukup jelas
Angka 7
Kemampuan suatu populasi untuk berkembang bergantung pada keseimbangan antara kemampuan reproduksi dan kondisi-kondisi alam yang mempengaruhinya. Pada kondisi lingkungan yang paling mendukung, keseimbangan populasi akan tercapai pada saat daya dukung habitatnya terpenuhi.
Populasi suatu jenis dapat terbagi-bagi kedalam kelompok-kelompok yang dapat disebut sebagai sub populasi yang mempunyai keseimbangan tersendin dengari habitat dan lingkungannya.
Angka 8
Cukup jelas
Pasal 2
Jenis-jenis tumbuhan dan satwa tertentu karena faktor-faktor biologis, ekologis dan geografis dan jenis tersebut maupun faktor-faktor yang disebabkan oleh tindakan manusia telah mengalami keadaan dimana keberlangsungan kehidupannya terancam dan dapat punah dalam waktu dekat apabila tidak ada tindakan pengawetan.
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa untuk mencegah atau menghindari terjadinya kepunahan dan suatu jenis tumbuhan atau satwa. Kecuali itu, keberadaan jenis-jenis tumbuhan dan satwa harus tetap terjaga kemurmian jenisnya serta tetap terjaga keanekaragaman genetik tanpa merubah sifat-sifat alami jenis tumbuhan dan satwa.
Dengan mengawetkan jenis-jenis tumbuhan dan satwa, maka populasi jenis tumbuhan dan satwa dapat meningkat dan mencapai tingkat yang secara dinamik mantap. Karena suatu jenis tumbuhan maupun satwa merupakan bagian dan ekosistem, maka kemantapan populasi jenis tersebut dapat menjamin keseimbangan dan kemantapan ekosistem.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam hal Menteri memiliki data dan informasi ilmiah yang cukup bahwa suatu jenis tumbuhan atau satwa telah memenuhi karena untuk dilindungi, atau Menteri menerima usulan dan instansi pemerintah lain atau Lernbaga Swadaya Masyarakat untuk melindungi suatu jenis tumbuhan atau satwa dengan informasi ilmiah yang cukup, maka Menteri dapat menetapkan jenis tersebut untuk dilindungi. Dalam hal usulan melindungi suatu jenis tumbuhan atau satwa datang dari LIPI, maka Menteri langsung menetapkan jenis yang diusulkan menajdi dilindungi.
Pasal 5
Ayat (1)
Suatu jenis dikatakan mempunyai populasi yang kecil apabila dicirikan oleh paling tidak salah satu dari hal-hal berikut :
  1. berdasarkan observasi, dugaan maupun proyeksi terdapat penurunan secara tajam pada jumlah Individu dan luas serta kualitas habitat;
  2. setiap sub populasi jumlahnya kecil
  3. mayoritas individu dalam satu atau lebih fase sejarah hidupnya pernah terkonsentrasi hanya pada satu sub-populasi saja;
  4. dalam waktu yang pendek pernah mengalami fluktuasi yang tajam pada jumlah individu;
  5. karena sifat biologis dan tingkah laku jenis tersebut seperti migrasi jenis tersebut rentan terhadap bahaya kepunahan.
Huruf b
Adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam dapat diketahui berdasarkan:
  1. observasi dimana saat ini sedang terjadi penurunan tajam atau terjadi di waktu yang telah lampau namun ada potensi untuk terjadi kembali; atau
  2. dugaan atau proyeksi yang didasarkan pada paling tidak salah satu dan hal-hal berikut :
    1. 1) penurunan areal atau kualitas habitat;
    2. 2) ancaman dan faktor luar seperti adanya pengaruh patogen, kompetitor, parasit, predator, persilangan, jenis asing (jenis introduksi) dan pengaruh racun atau polutan; atau
    3. 3) menurunnya potensi reproduksi.
Huruf c
Daerah penyebaran yang terbatas, dicirikan dengan paling sedikit salah Satu dan hal berikut :
  1. terjadi fragmentasi populasi;
  2. hanya terdapat di satu atau beberapa lokasi (endemik);
  3. terjadi fluktuasi yang besar pada jumlah sub populasi atau jumlah areal penyebarannya;
  4. berdasarkan observasi, dugaan maupun, proyeksi terdapat penurunan yang tajam pada paling tidak salah satu dan hal, berikut :
    1. 1) areal penyebaran;
    2. 2) jumlah sub populasi;
    3. 3) jumlah individu;
    4. 4) luas dan kualitas habitat;
    5. 5) potensi reproduksi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Pada saat ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, ketentuan mengenai kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam diatur dalam Peratuan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Pasal 8
Ayat (1)
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa yang paling ideal dilakukan di dalam habitatnya (konservasi in situ) melalui kegiatan pengelolaan populasi dan pengelolaan habitat sehingga dihasilkan keseimbangan antara populasl dan habitatnya.
Ayat (2)
Dalam banyak hal, karena adanya tekanan terhadap populasi atau habitat kegiatan konservasi in situ saja tidak cukup untuk melakukan pengawetan jenis-jenis tumbuhan dan satwa, sehingga harus didukung dengan pengelolaan di luar habitatnya (konservasi ex situ). Tujuan dan konservasi ex-situ adalah melepaskan kembali tumbuhan dan satwa ke dalam habitat sehingga dapat berkembang secara alami dan mencapal tingkat keseimbangan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Untuk menetapkan suatu jenis tumbuhan atau sama sebagai jenis yang dilindungi harus didasarkan pada informasi yang memadai tentang populasi, kondisi-kondisi biologis dan ekologis jenis yang bersangkutan termasuk habitat dan lingkungannya. Informasi yang paling akurat didapatkan melalui kegiatan inventarisasi.
Namun demikian Inventarisasi sering membutuhkan waktu, biaya dan tenaga yang sangat besar, sehingga sambil menunggu inventarisasi yang lebih rinci, penetapan jenis tumbuhan atau satwa sebagai jenis yang dilindungi dapat didasarkan dari hasil identifikasi yang menggambarkan keadaan populasi jenis tersebut secara garis besar dan dihubungkan dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Identidfikasi diperlukan untuk mengetahui gambaran secara umum (kualitatif) status populasi suatu jenis tumbuhan atau satwa. Dari identifikasi sudah dapat diketahui bahwa suatu jenis tumbuhan atau satwa dapat digolongkan menjadi jenis yang dilindungi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Inventarisasi merupakan kegiatan untuk mengetahui kondisi populasi jenis tumbuhan dan satwa termasuk habitatnya.
Secara rinci informasi tentang kondisi populasi yang penting diperoleh melalui kegiatan inventarisasi diantaranya dalam rangka perumusan kebijaksanaan antara lain berupa:
  1. data populasi termasuk status biologisnya;
  2. peta penyebaran jenis beserta habitatnya dengan skala yang cukup rinci;
  3. keadaan habitat.
Ayat (2)
Idealnya jumlah individu dari suatu populasi perlu diketahui benar hal tersebut kecuali sulit juga memerlukan biaya yang tinggi sehingga dengan inventarisasi dapat dilakukan pendugaan-pendugaan tentang keadaan populasi suatu jenis dengan metoda survei serta teknik-teknik lain yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan Hasil inventarisasi harus didokumentasikan secara baik dengan menggunakan teknologi pengelolaan data yang tersedia.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Dalam rangka perumusan kebijaksanaan pengawetan, jenis tumbuhan dan satwa, harus dilakukan pemantauan terhadap dinamika populasi.
Ayat (2)
Pemantauan secara berkala harus dilakukan, terutama terhadap jenis-jenis yang dilindungi dari jenis-jenis yang diperdagangkan dari mengalami tekanan perburuan atau yang mengalami tekanan terhadap habitatnya. Metoda pemantauan terhadap populasi tumbuhan dari satwa, seperti survei harus standar dari secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan, serta dapat dengan mudah dilaksanakan oleh petugas lapangan.
Dalam menentukan metoda yang standar, Menteri perlu bekerjasama dari berkonsultasi dengan LIPI atau lembaga-lembaga lain, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat. Hasil pernantauan harus didokumentasikan secara baik dengan menggunakan teknologi pengelolaan data yang tersedia.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Huruf a
Penjarangan dilakukan apablia populasi telah melampaui daya dukung habitat dari dapat dilakukan hanya jika jenis yang bersangkutan tidak dilindungi. Atau apabila jenis yang bersangkutan dilindungi, daya dukung habitatnya tidak dapat ditingkatkan atau tidak ada habitat lain yang dapat menampungnya apabila dilakukan relokasi.
Penjarangan sedapat mungkin dilakukan dengan cara menangkap hidup-hidup, atau melalui kegiatan perburuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai perburuan satwa buru atau dalam Peraturan Pemerintah mengenal pemanfaatan jenis tumbuhan dari satwa liar.
Huruf e
Penambahan tumbuhan atau satwa asli dimaksudkan untuk menambah atau merehabilitasi populasi dari atau habitat yang rusak. Yang dimaksud dengan jenis asli yaitu jenis yang pernah hidup di daerah yang akan direhabilitasi atau daerah yang akan direhabilitasi merupakan daerah penyebaran jenis dimaksud. Pemasukan jenis-jenis asing harus dihindarkan.
Huruf f
Jenis tumbuhan dari satwa pengganggu terdiri dari golongan :
  1. jenis asli,
  2. jenis asing (exotic).
Gangguan dari jenis-jenis asli terjadi karena adanya persaingan alami antar jenis dimana salah satu jenis mengungguli dan cenderung memusnahkan jenis yang lain yang umumnya terjadi pada habitat ekosistem yang tidak berada pada tingkat keseimbangan. Pengendalian gangguan dari jenis asli dilakukan dengan pembinaan populasi seperti penjarangan terhadap jenis pengganggu dari pembinaan habitat.
Jenis-jenis asing (exotic) adalah jenis-jenis yang dalam sejarahnya tidak pernah hidup di kawasan geografi yang bersangkutan secara alami. Jenis-jenis asing tersebut berada di suatu daerah tertentu karena dibawa oleh manusia, sehingga jenis-jenis yang demikian harus dimusnahkan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penyelamatan merupakan pertolongan terhadap populasi jenis tumbuhan atau satwa yang habitatnya telah menjadi sempit dari terisolasi atau rusak karena adanya bencana alam atau karena kegiatan manusia sehigga populasi atau sub populasi jenis yang bersangkutan menjadi terancam bahaya kepunahan lokal apabila tetap berada di habitatnya.
Kepunahan lokal adalah hilangnya suatu sub populasi dari wilayah habitat tertentu karena habitatnya menjadi sangat sempit, terragmentasi (terpotong-potong) atau terisolasi dari populasi aslinya, atau habitatnya rusak dari memerlukan waktu lama untuk dipulihkan. Dalam keadaan demikian sub-populasi tersebut menjadi terancam punah sehingga harus diselamatkan melalul kegiatan relokasi atau translokasi yaitu pemindahan ke wilayah habitat lain yang lebih memadai.
Ayat (2)
Pernindahan ke lokasi lain (translokasi) merupakan kegiatan memindahkan seluruh sub-populasi yang terancam kedalam habitatnya yang lain yang dapat mendukung sub-populasi tersebut. Pemindahan dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan seperti penggiringan, pengangkutan atau cara-cara lain yang aman bagi tumbuhan atau satwa dari bagi manusia.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Pengkajian, penelitian dan pengembangan jenis tumbuhan dan satwa dalam rangka pengawetan adalah pengkajian, penelitian dan pengembangan yang harus menunjang tenaganya keanekaragaman genetik, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman ekosistem. Sedangkan untuk kepentingan pemanfaatan, pengkajian, penelitian dan pengembangan diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengkajian, penelitian dan pengembangan pada dasarnya dapat dilakukan oleh ilmuwan baik yang mewakili instansi maupun perorangan sesuai dengan bidang ilmu yang dimilikinya. Namun demikian dalam rangka perumusan kebijaksanaan pengawetan jenis tumbuhan dan satwa, pengkajian, penelitian dan pengembangan harus tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Pemeliharaan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bertujuan untuk menyelamatkan dan memelihara sumber daya genetik di luar habitatnya dalam rangka mendukung konservasi jenis tumbuhan dan satwa di dalam habitatnya. Pemeliharaan individu-individu tumbuhan atau satwa dilakukan karena individu tersebut karena suatu. sebab tidak dapat dikembalikan ke habitatnya sehingga lebih baik dipelihara sebagai cadangan atau sumber plasma nutfah dalam rangka pengembangbiakan di luar habitatnya.
Pemeliharaan jenis tumbuhan dan satwa dapat berbentuk :
  1. memelihara tumbuhan atau satwa dalam keadaan hidup;
  2. menyimpan semen beku;
  3. menyimpan biji atau benih didalam penyimpanan kering dan dingin.
Ayat (2)
Lembaga konservasi merupakan tempat yang paling ideal untuk memelihara jenis-jenis tumbuhan dan satwa dalam rangka pengawetan sumber daya genetik di luar habitatnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengembangbiakan adalah usaha memperbanyak individu secara buatan baik di dalam maupun di luar habitatnya melalui cara-cara sebagai berikut :
  1. Untuk tumbuhan, memperbanyak individu dilakukan dengan cara menumbuhkan material untuk tumbuh dari tumbuhan seperti biji, stek (potongan), pemencaran dari satu rumpun kultur jaringan tumbuhan dan spora dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Kemurnian jenis akan terjaga apabila tidak terjadi pembiakan silang antar jenis (species maupun sub species).
  2. Untuk satwa, memperbanyak individu dilakukan dengan cara mengawinkan secara alami maupun buatan (inseminasi buatan) apabila cara reproduksinya adalah kawin dan dengan cara lain apabila cara reproduksinya adalah tidak kawin baik di dalam maupun di luar habitatnya. Pengembangbiakan satwa dengan campur tangan manusia harus memperhatikan etika yang berlaku.
Dalam rangka pengawetan jenis tumbuhan dan satwa ini, pengembangbiakan harus ditujukan untuk dikembalikan lagi ke habitat alamnya sebagai upaya meningkatkan populasi di alam. 01 karena itu dalam pengembangbiakan satwa yang cara. Reproduksinya kawin harus dihindari perkawinan antar kerabat (in breeding) perkawinan silang antar jenis atau antar anak jenis agar dihasilkan individu-individu yang secara genetik sehat dari jenis yang murni.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Pengkajian, penelitian dari pengembangan jenis tumbuhan dari satwa yang dilakukan di luar habitatnya adalah dalam rangka pengawetan dan merupakan penelitian dari pengembangan yang mendukung konservasi in situ dengan tujuan tenaganya keanekaragaman genetik, keanekaragaman jenis dari keanekaragaman ekosistem.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Tidak semua satwa yang berada di luar habitat aslinya dapat langsung dikembalikan ke habitat alamnya. Hal ini karena individu satwa tersebut telah lama berada di lingkungan manusia yang membuat adanya ketergantungan terhadap manusia sehingga apabila langsung dilepaskan ke habitat alamnya akan mengalami kematian, menularkan penyakit kepada populasi asli di habitat alam, atau menurunkan mutu genetik (degenerasi) populasi asli di habitat alam. Oleh sebab itu, untuk mengadaptasikan dari mengkondisikan serta memilih satwa yang akan dilepaskan kembali ke habitat alamnya perlu dilakukan rehabilitasi agar mempunyai keadaan dan tingkah laku seperti populasi asli yang berada di alam.
Rehabilitasi satwa dilakukan agar satwa yang telah lama berada di lingkungan manusia mempunyai ketahanan hidup yang tinggi untuk dilepaskan kembali ke alam serta tidak mengganggu populasi yang telah mendiami habitat tersebut melalui penyebaran penyakit dan polusi genetik.
Ayat (2)
Rehabilitasi satwa meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut
  1. mengamati kesehatan satwa;
  2. melakukan pengobatan dan pemberian vitamin dan makanan tambahan.
  3. melatih dan mengadaptasikan dengan lingkungan habitat alamnya satwa-satwa yang terpilih untuk dilepaskan ke habitatnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Tumbuhan dan satwa yang secara tidak sah berada di luar habitatnya di bawah penguasaan scseorang harus diselamatkan untuk dikembalikan ke habitatnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan melepaskan kembali ke habitatnya adalah kegiatan mengembalikan ke habitat alamnya satwa hasil pengembangbiakan, penyelamatan, rehabilitasi atau hasil sitaan agar dapat berkembang biak secara alami dengan memperhatikan daerah sebaran asal jenis yang bersangkutan, populasi yang telah mendiami habitat tujuan, daya dukung habitat tujuan dari lingkungannya.
Dalam melepaskan kembali satwa ke habitat alamnya harus diperhatikan daya dukung habitat yaitu kemampuan habitat untuk menjamin lestarinya jenis yang akan dilepaskan. Termasuk dalam komponen daya dukung habitat adalah kecukupan pakan secara alami dari ruang perlindungan. Habitat yang dipilih untuk pelepasan kembali harus merupakan tipe habitat yang menurut sejarahnya diketahui merupakan sebaran asli jenis yang akan dilepaskan. Sebaran asli adalah suatu wilayah dimana suatu jenis diketahui pernah ada. Dalam melepaskan kembali satwa ke habitat alamnya harus juga diperhatikan populasi penghuni yang telah ada baik dari jenis yang sama maupun dari jenis lain sehingga dapat dinilai kemungkinan-kemungkinan adanya persaingan, predasi, simbiose dan parasitisme.
Secara fisik sehat berarti secara visual terlihat sehat, kuat dari aktif serta diketahui bebas dari penyakit. Sedangkan keragaman genetik yang tinggi berarti bukan merupakan hasil pengembangbiakan dimana terjadi kawin antar kerabat (Inbreeding) dari sedapat mungkin merupakan keturunan terdekat dengan induk yang berasal dari tangkapan di alam. Satwa hasil tangkapan dari alam dapat dipastikan mempunyai keragaman genetik yang tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Surat izin pengangkutan memuat antara lain :
  1. Nomor surat dan tanggal surat;
  2. Jenis dan jumlah tumbuhan dan atau satwa;
  3. Asal-usul satwa;
  4. Tempat tujuan;
  5. Masa berlaku surat izin;
  6. Pelabuhan atau terminal pemberangkatan;
  7. Pelabuhan atau terminal tujuan;

Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Ketentuan teknis pembuatan kandang satwa serta cara-cara pengangkutan mengikuti ketentuan-ketentuan dengan standar internasional.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan membahayakan kehidupan manusia adalah dapat mengancam kehidupan manusia yang hidup secara normal ditempat pemukiman atau lingkungan pemukiman sehingga keberadaan satwa di tempat itu sangat membahayakan dan dapat mengancam jiwa manusia warga masyarakat dalam pemukiman tersebut. Satwa yang membahayakan kehidupan manusia tersebut dapat terjadi karena habitatnya berdampingan dengan pemukiman manusia atau habitat satwa tersebut telah menjadi sempit dari terisolasi oleh kegiatan manusia sehingga dalam penjelajahan sehari-hari ke luar dari habitatnya atau karena sudah tua atau kalah bersaing dari terusir dari kelompoknya sehingga ke luar dari habitatnya menuju pemukiman manusia. Satwa yang berpenyakit dari karena penyakit tersebut membahayakan kehidupan manusia, maka satwa tersebut dapat dimusnahkan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan mengancam secara langsung apabila satwa tersebut secara langsung diduga akan mencederai atau membunuh manusia atau menularkan penyakit yang membahayakan kehidupan manusia dan tidak ada cara lain yang lebih efektif untuk menghindarinya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan aparat penegak hukum yang berwenang adalah Polisi Republik Indonesla, Jagawana, Petugas Bea Cukai, Petugas Karantina dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3803
LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TANGGAL 27 JANUARI 1999

Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi

SATWA
I. MAMALIA (Menyusui)
1.Anoa depressicornis
Anoa dataran rendah, Kerbau pendek
2.Anoa quarlesi
Anoa pegunungan
3.Arctictis binturong
Binturung
4.Arctonyx collaris
Pulusan
5.Babyrousa babyrussa
Babirusa
6.Balaenoptera musculus
Paus biru
7.Balaenoptera physalus
Paus bersirip
8.Bos sondaicus
Banteng
9.Capricornis sumatrensis
Kambing Sumatera
10.Cervus kuhli; Axis kuhli
Rusa Bawean
11.Cervus spp.
Menjangan, Rusa sambar (semua jenis dari genus Cervus)
12.Cetacea
Paus (semua jenis dari famili Cetacea)
13.Cuon alpinus
Ajag
14.Cynocephalus variegatus
Kubung, Tando, Walangkekes
15.Cynogale bennetti
Musang air
16.Cynopithecus niger
Monyet hitam Sulawesi
17.Dendrolagus spp.
Kanguru pohon (semua jenis dari genus Dendrolagus)
18.Dicerorhinus sumatrensis
Badak Sumatera
19.Dolphinidae
Lumba-lumba air laut (semua jenis dari famili Dolphinidae)
20.Dugong dugon
Duyung
21.Elephas indicus
Gajah
22.Felis badia
Kucing merah
23.Felis bengalensis
Kucing hutan, Meong congkok
24.Felis marmorota
Kuwuk
25.Felis planiceps
Kucing dampak
26.Felis temmincki
Kucing emas
27.Felis viverrinus
Kucing bakau
28.Helarctos malayanus
Beruang madu
29.Hylobatidae
Owa, Kera tak berbuntut (semua jenis dari famili Hylobatidae)
30.Hystrix brachyura
Landak
31.Iomys horsfieldi
Bajing terbang ekor merah
32.Lariscus hosei
Bajing tanah bergaris
33.Lariscus insignis
Bajing tanah, Tupai tanah
34.Lutra lutra
Lutra
35.Lutra sumatrana
Lutra Sumatera
36.Macaca brunnescens
Monyet Sulawesi
37.Macaca maura
Monyet Sulawesi
38.Macaca pagensis
Bokoi, Beruk Mentawai
39.Macaca tonkeana
Monyet jambul
40.Macrogalidea musschenbroeki
Musang Sulawesi
41.Manis javanica
Trenggiling, Peusing
42.Megaptera novaeangliae
Paus bongkok
43.Muntiacus muntjak
Kidang, Muncak
44.Mydaus javanensis
Sigung
45.Nasalis larvatus
Kahau, Bekantan
46.Neofelis nebulusa
Harimau dahan
47.Nesolagus netscheri
Kelinci Sumatera
48.Nycticebus coucang
Malu-malu
49.Orcaella brevirostris
Lumba-lumba air tawar, Pesut
50.Panthera pardus
Macan kumbang, Macan tutul
51.Panthera tigris sondaica
Harimau Jawa
52.Panthera tigris sumatrae
Harimau Sumatera
53.Petaurista elegans
Cukbo, Bajing terbang
54.Phalanger spp.
Kuskus (semua jenis dari genus Phalanger)
55.Pongo pygmaeus
Orang utan, Mawas
56.Presbitys frontata
Lutung dahi putih
57.Presbitys rubicunda
Lutung merah, Kelasi
58.Presbitys aygula
Surili
59.Presbitys potenziani
Joja, Lutung Mentawai
60.Presbitys thomasi
Rungka
61.Prionodon linsang
Musang congkok
62.Prochidna bruijni
Landak Irian, Landak semut
63.Ratufa bicolor
Jelarang
64.Rhinoceros sondaicus
Badak Jawa
65.Simias concolor
Simpei Mentawai
66.Tapirus indicus
Tapir, Cipan, Tenuk
67.Tarsius spp.
Binatang hantu, Singapuar (semua jenis dari genus Tarsius)
68.Thylogale spp.
Kanguru tanah (semua jenis dari genus Thylogale)
69.Tragulus spp.
Kancil, Pelanduk, Napu (semua jenis dari genus Tragulus)
70.Ziphiidae
Lumba-lumba air laut (semua jenis dari famili Ziphiidae)

II. AVES (Burung)
71.Accipitridae
Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Accipitridae)
72.Aethopyga exima
Jantingan gunung
73.Aethopyga duyvenbodei
Burung madu Sangihe
74.Alcedinidae
Burung udang, Raja udang (semua jenis dari famili Alcedinidae)
75.Alcippe pyrrhoptera
Brencet wergan
76.Anhinga melanogaster
Pecuk ular
77.Aramidopsis plateni
Mandar Sulawesi
78.Argusianus argus
Kuau
79.Bubulcus ibis
Kuntul, Bangau putih
80.Bucerotidae
Julang, Enggang, Rangkong, Kangkareng (semua jenis dari famili Bucerotidae)
81.Cacatua galerita
Kakatua putih besar jambul kuning
82.Cacatua goffini
Kakatua gofin
83.Cacatua moluccensis
Kakatua Seram
84.Cacatua sulphurea
Kakatua kecil jambul kuning
85.Cairina scutulata
Itik liar
86.Caloenas nicobarica
Junai, Burung mas, Minata
87.Casuarius bennetti
Kasuari kecil
88.Casuarius casuarius
Kasuari
89.Casuarius unappenddiculatus
Kasuari gelambir satu, Kasuari leher kuning
90.Ciconia episcopus
Bangau hitam, Sandanglawe
91.Colluricincla megarhyncha
Burung sohabe coklat
92.Crocias albonotatus
Burung matahari
93.Ducula whartoni
Pergam raja
94.Egretta sacra
Kuntul karang
95.Egretta spp.
Kuntul, Bangau putih (semua jenis dari genus Egretta)
96.Elanus caerulleus
Alap-alap putih, Alap-alap tikus
97.Elanus hypoleucus
Alap-alap putih, Alap-alap tikus
98.Eos histrio
Nuri Sangir
99.Esacus magnirostris
Wili-wili, Uar, Bebek laut
100.Eutrichomyias rowleyi
Seriwang Sangihe
101.Falconidae
Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Falconidae)
102.
Fregeta andrewsi
Burung gunting, Bintayung
103.Garrulax rufifrons
Burung kuda
104.Goura spp.
Burung dara mahkota, Burung titi, Mambruk (semua jenis dari genus Goura)
105.Gracula religiosa mertensi
Beo Flores
106.Gracula religiosa robusta
Beo Nias
107.Gracula religiosa venerata
Beo Sumbawa
108.Grus spp.
Jenjang (semua jenis dari genus Grus)
109.Himantopus himantopus
Trulek lidi, Lilimo
110.Ibis cinereus
Bluwok, Walangkadak
111.Ibis leucocephala
Bluwok berwarna
112.Lorius roratus
Bayan
113.Leptoptilos javanicus
Marabu, Bangau tongtong
114.Leucopsar rothschildi
Jalak Bali
115.Limnodromus semipalmatus
Blekek Asia
116.Lophozosterops javanica
Burung kacamata leher abu-abu
117.Lophura bulweri
Beleang ekor putih
118.Loriculus catamene
Serindit Sangihe
119.Loriculus exilis
Serindit Sulawesi
120.Lorius domicellus
Nori merah kepala hitam
121.Macrocephalon maleo
Burung maleo
122.Megalaima armillaris
Cangcarang
123.Megalaima corvina
Haruku, Ketuk-ketuk
124.Megalaima javensis
Tulung tumpuk, Bultok Jawa
125.Megapoddidae
Maleo, Burung gosong (semua jenis dari famili Megapododae)
126.Megapodius reintwardtii
Burung gosong
127.Meliphagidae
Burung sesap, Pengisap madu (semua jenis dari famili Meliphagidae)
128.Musciscapa ruecki
Burung kipas biru
129.Mycteria cinerea
Bangau putih susu, Bluwok
130.Nectariniidae
Burung madu, Jantingan, Klaces (semua jenis dari famili Nectariniidae)
131.Numenius spp.
Gagajahan (semua jenis dari genus Numenius)
132.Nycticorax caledonicus
Kowak merah
133.Otus migicus beccarii
Burung hantu Biak
134.Pandionidae
Burung alap-alap, Elang (semua jenis dari famili Pandionidae)
135.Paradiseidae
Burung cendrawasih (semua jenis dari famili Paradiseidae)
136.Pavo muticus
Burung merak
137.Pelecanidae
Gangsa laut (semua jenis dari famili Pelecanidae)
138.Pittidae
Burung paok, Burung cacing (semua jenis dari famili Pittidae)
139.Plegadis falcinellus
Ibis hitam, Roko-roko
140.Polyplectron malacense
Merak kerdil

III. REPTILIA (Melata)
164.Batagur baska
Tuntong
165.Caretta caretta
Penyu tempayan
166.Carettochelys insculpta
Kura-kura Irian
167.Chelodina novaeguineae
Kura Irian leher panjang
168.Chelonia mydas
Penyu hijau
169.Chitra indica
Labi-labi besar
170.Chlamydosaurus kingii
Soa payung
171.Chondropython viridis
Sanca hijau
172.Crocodylus novaeguineae
Buaya air tawar Irian
173.Crocodylus porosus
Buaya muara
174.Crocodylus siamensis
Buaya siam
175.Dermochelys coriacea
Penyu belimbing
176.Elseya novaeguineae
Kura Irian leher pendek
177.Eretmochelys imbricata
Penyu sisik
178.Gonychephalus dilophus
Bunglon sisir
179.Hydrasaurus amboinensis
Soa-soa, Biawak Ambon, Biawak pohon
180.Lepidochelys olivacea
Penyu ridel
181.Natator depressa
Penyu pipih
182.Orlitia borneensis
Kura-kura gading
183.Python molurus
Sanca bodo
184.Phyton timorensis
Sanca Timor
185.Tiliqua gigas
Kadal Panan
186.Tomistoma schlegelii
Senyulong, Buaya sapit
187.Varanus borneensis
Biawak Kalimantan
188.Varanus gouldi
Biawak coklat
189.Varanus indicus
Biawak Maluku
190.Varanus komodoensis
Biawak komodo, Ora
191.Varanus nebulosus
Biawak abu-abu
192.Varanus prasinus
Biawak hijau
193.Varanus timorensis
Biawak Timor
194.Varanus togianus
Biawak Togian

IV. INSECTA (Serangga)
195.Cethosia myrina
Kupu bidadari
196.Ornithoptera chimaera
Kupu sayap burung peri
197.Ornithoptera goliath
Kupu sayap burung goliat
198.Ornithoptera paradisea
Kupu sayap burung surga
199.Ornithoptera priamus
Kupu sayap priamus
200.Ornithoptera rotschldi
Kupu burung rotsil
201.Ornithoptera tithonus
Kupu burung titon
202.Trogonotera brookiana
Kupu trogon
203.Troides amphrysus
Kupu raja
204.Troides andromanche
Kupu raja
205.Troides criton
Kupu raja
206.Troides haliphron
Kupu raja
207.Troides helena
Kupu raja
208.roides hypolitus
Kupu raja
209.Troides meoris
Kupu raja
210.Troides miranda
Kupu raja
211.Troides plato
Kupu raja
212.Troides rhadamantus
Kupu raja
213.Troides riedeli
Kupu raja
214.Troides vandepolli
Kupu raja

V. PISCES (Ikan)
215.Homaloptera gymnogaster
Selusur Maninjau
216.Latimeria chalumnae
Ikan raja laut
217.Notopterus spp.
Belida Jawa, Lopis Jawa (semua jenis dari genus Notopterus)
218.Pritis spp.
Pari Sentani, Hiu Sentani (semua jenis dari genus Pritis)
219.Puntius microps
Wader goa
220.Scleropages formasus
Peyang malaya, Tangkelasa
221.Scleropages jardini
Arowana Irian, Peyang Irian, Kaloso

VI. ANTHOZOA
222.Anthiphates spp
Akar bahar, Koral hitam (semua jenis dari genus Anthiphates)

VII. BIVALVIA
223.Birgus latro
Ketam kelapa
224.Cassis cornuta
Kepala kambing
225.Charonia tritonis
Triton terompet
226.Hippopus hippopus
Kima tapak kuda, Kima kuku beruang
227.Hippopus porcellanus
Kima Cina
228.Nautilus popillius
Nautilus berongga
229.Tachipleus gigas
Ketam tapak kuda
230.Tridacna crocea
Kima kunia, Lubang
231.Tridacna derasa
Kima selatan
232.Tridacna gigas
Kima raksasa
233.Tridacna maxima
Kima kecil
234.Tridacna squamosa
Kima sisik, Kima seruling
235.Trochus niloticus
Troka, Susur bundar
236.Turbo marmoratus
Batu laga, Siput hijau

TUMBUHAN
I. PALMAE
237.Amorphophallus decussilvae
Bunga bangkai jangkung
238.Amorphophallus titanum
Bunga bangkai raksasa
239.Borrassodendron borneensis
Bindang, Budang
240.Caryota no
Palem raja/Indonesia
241.Ceratolobus glaucescens
Palem Jawa
242.Cystostachys lakka
Pinang merah Kalimantan
243.Cystostachys ronda
Pinang merah Bangka
244.Eugeissona utilis
Bertan
245.Johanneste ijsmaria altifrons
Daun payung
246.Livistona spp.
Palem kipas Sumatera (semua jenis dari genus Livistona)
247.Nenga gajah
Palem Sumatera
248.Phoenix paludosa
Korma rawa
249.Pigafatta filaris
Manga
250.Pinanga javana
Pinang Jawa

II. RAFFLESSIACEA
251.Rafflesia spp.
Rafflesia, Bunga padma (semua jenis dari genus Rafflesia)

III. ORCHIDACEAE
252.Ascocentrum miniatum
Anggrek kebutan
253.Coelogyne pandurata
Anggrek hitan
254.Corybas fornicatus
Anggrek koribas
255.Cymbidium hartinahianum
Anggrek hartinah
256.Dendrobium catinecloesum
Anggrek karawai
257.Dendrobium d’albertisii
Anggrek albert
258.Dendrobium lasianthera
Anggrek stuberi
259.Dendrobium macrophyllum
Anggrek jamrud
260.Dendrobium ostrinoglossum
Anggrek karawai
261.Dendrobium phalaenopsis
Anggrek larat
262.Grammatophyllum papuanum
Anggrek raksasa Irian
263.Grammatophyllum speciosum
Anggrek tebu
264.Macodes petola
Anggrek ki aksara
265.Paphiopedilum chamberlainianum
Anggrek kasut kumis
266.Paphiopedilum glaucophyllum
Anggrek kasut berbulu
267.Paphiopedilum praestans
Anggrek kasut pita
268.Paraphalaenopsis denevei
Anggrek bulan bintang
269.Paraphalaenopsis laycockii
Anggrek bulan Kaliman Tengah
270.Paraphalaenopsis serpentilingua
Anggrek bulan Kaliman Barat
271.Phalaenopsis amboinensis
Anggrek bulan Ambon
272.Phalaenopsis gigantea
Anggrek bulan raksasa
273.Phalaenopsis sumatrana
Anggrek bulan Sumatera
274.Phalaenopsis violacose
Anggrek kelip
275.Renanthera matutina
Anggrek jingga
276.Spathoglottis zurea
Anggrek sendok
277.Vanda celebica
Vanda mungil Minahasa
278.Vanda hookeriana
Vanda pensil
279.Vanda pumila
Vanda mini
280.Vanda sumatrana
Vanda Sumatera

IV. NEPHENTACEAE
281.Nephentes spp.
Kantong semar (semua jenis dari genus Nephentes)

V. DIPTEROCARPACEAE
282.Shorea stenopten
Tengkawang
283.Shorea stenoptera
Tengkawang
284.Shorea gysberstiana
Tengkawang
285.Shorea pinanga
Tengkawang
286.Shorea compressa
Tengkawang
287.Shorea semiris
Tengkawang
288.Shorea martiana
Tengkawang
289.Shorea mexistopteryx
Tengkawang
290.Shorea beccariana
Tengkawang
291.Shorea micrantha
Tengkawang
292.Shorea palembanica
Tengkawang
293.Shorea lepidota
Tengkawang
294.Shorea singkawang
Tengkawang





PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan I
ttd
Lambock V. Nahattands